Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Fraksi PDI Perjuangan dan PKS bahkan meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menunda kebijakan tersebut.
Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Suryo Utomo menjelaskan dalam Undang-undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tarif PPN 12% bisa dilakukan paling lambat tahun 2025. Dalam implementasinya, DJP akan menunggu pemerintah baru.
“Kajian terus kita jalankan dan transisi pemerintah juga terjadi jadi kami menunggu lah,” ungkapnya saat rapat kerja di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (19/3/2024)
Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025. Hal ini dikarenakan kondisi daya beli masyarakat yang semakin lemah.
Andreas menjelaskan, kini kelompok masyarakat yang paling tertekan adalah kelas menengah. Terutama yang pendapatannya mencapai Rp4-5 juta. Menurutnya kelompok ini sudah masuk ke persoalan makan tabungan yang artinya pendapatannya tidak cukup mengakomodir kenaikan inflasi.
“Kalau kita lihat fenomena ini banyak yang sudah mulai mantab,” ujarnya.
Tentu ini berbeda dengan kelompok bawah atau masyarakat miskin. Pemerintah memberikan bantuan sosial (bansos) dalam jumlah besar agar mereka bisa bertahan dari kenaikan inflasi dan gejolak lainnya.
Selengkapnya di https://www.cnbcindonesia.com/news/20240319134227-4-523275/pdip-pks-minta-ppn-12-ditunda-ini-jawab-dirjen-pajak