Manajer Riset dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menuturkan, pemerintah perlu memperhatikan dampak penaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di 2025 terhadap masyarakat golongan bawah. Pasalnya, itu akan menambah pengeluaran tiap individu.
“Perlu mengelola dampaknya terhadap kelompok menengah bawah. Mengingat PPN adalah pungutan yang regresif. Ada potensi dampak sosial bagi masyarakat bawah. Untuk itu pemerintah bisa berikan bantuan sosial sebagai bantalan sosial bagi masyarakat bawah,” ujar Fajry saat dihubungi, Sabtu, 9 Maret 2024.
Penaikan tarif PPN sedianya telah diatur dalam Undang Undang 7/2023 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. UU tersebut mengamanatkan pemerintah menaikkan tarif pajak menjadi 12 persen paling lambat mulai 1 Januari 2025.
Karena telah diatur dalam UU, kata Fajry, hal yang paling krusial adalah pengelolaan atas dampak yang timbul akibat tarif baru tersebut. Selain menambah bantuan sosial kepada masyarakat menengah bawah, pemerintah juga dinilai perlu mampu mengelola dampak kenaikan tarif PPN terhadap inflasi.
Meski diakui tak akan memiliki dampak besar pada peningkatan inflasi karena banyaknya fasilitas PPN bagi objek tertentu dan ambang batas Pengusaha Kena Pajak (PKP) masih cukup tinggi, pemerintah diminta tetap waspada.
“Hasil estimasi dahulu kisarannya akan berkontribusi 0,4 persen (terhadap inflasi). Perlu koordinasi antara Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Menteri Dalam Negeri, dan pemerintah daerah untuk menstabilkan harga,” tegas Fajry.
Menkeu baru harus bisa jaga efektivitas kebijakan
Karenanya, pemerintahan baru nantinya juga didorong untuk tidak salah menunjuk menteri keuangan yang baru. Hal tersebut menjadi penting untuk bisa menjaga efektivitas kebijakan.
“Sosok pemimpin menjadi penting dalam menentukan efektivitas kebijakan. Untuk itu tak boleh salah pilih Menkeu baru,” tambah dia.
Menurut Fajry, realisasi penerimaan pajak di 2022 dapat menjadi acuan dalam implementasi tarif PPN baru di tahun depan. Hal yang pasti, penerimaan pajak di 2025 akan lebih besar akibat kenaikan tarif tersebut, terlebih penerapannya dilakukan mulai Januari, lebih cepat dari 2022 yang baru diterapkan pada April.
“Dampaknya mungkin akan menghasilkan penerimaan lebih dari Rp60 triliun. Dengan potensi sebesar itu tentu tidak akan banyak mengerek tax ratio kita. Namun memberikan sumber penerimaan baru bagi pemerintahan baru untuk merealisasikan janji politiknya,” tutup Fajry.
METROTVNEWS | 9 Maret 2024