INILAHCOM | 30 Mei 2016
INILAHCOM, Jakarta – Terkait pembahasan RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty), pengamat perpajakan Darussalam mengingatkan, tarif tebusan antara deklarasi aset dan repatriasi modal, harus ada pembedaan yang signifikan.
“Jadi yang memasukkan datanya atau yang melakukan repatriasi modal itu lebih rendah tebusannya daripada yang hanya sekadar deklarasi,” kata Darussalam melalui rilis kepada media di Jakarta, Senin (30/5/2016)
Jika jarak tarif tebusan antara repatriasi dengan deklarasi, terlalu kecil, menurut Darusssalam tidak akan menguntungkan pemerintah. Para pengemplang pajak akan memilih deklarasi saja, bukan merepatriasi dananya di luar negeri ke tanah air.
Kata dia, tax amnesty ini hanya memberikan pengampunan pajak terutang dan atas pajak yang berutang dan tindak pidana perpajakan.
“Jadi bicara untuk tidak pidana di luar perpajakan, tidak usah dikait-kaitkan yang lain, karena ini khusus tindak pidana perpajakan saja,” katanya.
Sementara, pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengusulkan agar marjin tarif tebusan deklarasi dan repatriasi, diatur tinggi. Agar pemilik dana yang diparkir di luar negeri tertarik untuk merepatriasi dananya.
“Usulan saya adalah 2 atau 5 persen agar match. Jadi orang yang akan merepatriasi modal tetap ada insentif, kenapa? Saya bayar repatriasinya karena lebih murah,” ujarnya. [ipe]

