TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengapresiasi pencapaian penerimaan pajak ebesar Rp 1.050 triliun. Realisasi penerimaan pajak tersebut cukup bagus di tengah berbagai kendala, seperti perlambatan ekonomi, keterbatasan kapasitas, dan masih rendahnya kepatuhan wajib pajak.
“Saya kira dalam kondisi seperti ini memang capaian itu sudah optimal,” kata Prastowo kepadaTempo saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 2 Januari 2015.
Kendati demikian, tantangan yang harus dihadapi di masa mendatang masih besar sehingga pemerintah perlu menyiapkan strategi yang lebih matang. Prastowo menyarankan tiga langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pencapaian pajak kedepannya. Pertama, melakukan mitigasi dengan menerapkan kebijakan 3F, yakni feasible, fokus dan firm.
Kedua, mengantisipasi dinamika makro ekonomi dengan memperluas basis pajak sejak awal. Hal tersebut bisa dilakukan melalui kerja sama kelembagaan dan perbaikan sistem administrasi. Ketiga, melakukan perluasan jumlah wajib pajak dan mengintensifkan wajib pajak orang pribadi kaya.
“Jadi paradigmnya harus memperluas pertisipasi, semakin banyak orang menanggung beban pajak secara gotong royong,” katanya.
Dengan beberapa langkah tersebut, Prastowo berujar, pemerintah bisa mengambil beberapa strategi, seperti memperkuat analisis transaksi keuangan dan memperbanyak withholding tax. Selain itu, pemerintah juga perlu mengantisipasi pengampunan pajak (tax amnesty) dengan persiapan yang lebih baik.
Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, realisasi pendapatan negara (sementara) mencapai Rp 1.491,5 triliun (penjumlahan total penerimaan pajak, bea dan cukai, penerimaan negara bukan pajak/PNBP), atau sebesar 84,7 persen dari sasaran dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp1.761,6 triliun.
Sementara, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.235,8 triliun, atau 83,0 persen dari target dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp 1.489,3 triliun. Melambatnya pertumbuhan ekonomi di tahun 2015 telah berdampak terhadap penerimaan perpajakan, terutama pada sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan.
Namun demikian, di tengah melambatnya perekonomian, secara nominal pendapatan dari PPh Non Migas mencatatkan peningkatan sehingga mencapai Rp547,5 triliun atau tumbuh sekitar 19 persen jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2014. Secara keseluruhan realisasi pajak non migas mencapai Rp 1.005,7 triliun atau tumbuh sekitar 12 persen. Dengan demikian realisasi pajak totalgross mencapai Rp 1.150 triliun (memperhitungkan kas yang dialokasikan untuk restitusi pajak) dan realisasi pajak total netto mencapai Rp 1.055 triliun.
Selain itu, realisasi penerimaan perpajakan juga dipengaruhi oleh melemahnya impor dan harga-harga komoditas, terutama yang menjadi ekspor utama Indonesia, yaitu CPO dan komoditas pertambangan.

