Post Views:
324

JAKARTA – Pemerintah memastikan tidak akan memangkas anggaran belanja negara di akhir tahun ini. Padahal prognosa penerimaan negara dari sektor pajak hampir dipastikan meleset jauh dari target.
Begitu juga dengan penyerapan anggaran yang masih seret. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengatakan, pemerintah tidak akan melakukan pemotongan belanja meskipun ada potensi defisit anggaran melebar. “Tidak ada pemotongan belanja,” kata Askolani di kantor Kementerian Keuangan, Jumat (6/11).
Askolani memastikan posisi defisit anggaran sampai saat ini masih dalam batas aman. Hanya saja, ia masih enggan menyebutkan besarannya lantaran selalu berubah-ubah setiap bulan bahkan setiap minggu.
Dijelaskannya, pemotongan belanja belum dijadikan opsi mengingat penerimaan pajak biasanya juga menumpuk di akhir tahun sama halnya dengan penyerapan anggaran. Penerimaan juga kencang di akhir tahun. Pokoknya, defisit masih dalam batas aman dan target penyerapan anggaran masih di atas 90 persen,” ucapnya.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015, defisit anggaran ditetapkan sebesar 1,9 persen terhadap PDB atau Rp 222,5 triliun.
Direktur Strategi dan Portfolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Scenaider Siahaan mengungkapkan, defisit anggaran saat ini sudah melebar di level 2,23 persen.
Tambahan Utang
Karenanya, pemerintah menurutnya terpaksa menambah utang untuk menutupi pelebaran defisit. Penambahan utang menjadi konsekuensi atas masih minimnya pendapatan negara khususnya dari penerimaan pajak.
Hingga 4 November 2015, penerimaan pajak baru mencapai Rp 774,4 triliun atau 59,84 persen dari target Rp 1.294,2 triliun. “Kami siapkan pembiayannya untuk antisipasi pelebaran defisit. Jumlahnya lima miliar dolar AS (Rp 67 triliun dengan kurs Rp 13.500 per dolar AS),” kata Scenaider.
Ia mengatakan, jumlah penarikan utang tambahan tersebut dihitung dengan asumsi defisit melebar sampai 2,6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). “alau defisit melebar sampai 2,6 persen, masih bisa ketutup,” serunya.
Utang tambahan US$ 5 miliar, didapat dari pinjaman program dan penerbitan surat berharga negara (SBN) valas. Khusus pinjaman program, pemerintah melakukannya melalui pinjaman multilateral seperti dari World Bank dan Asian Development Bank (ADB).
Menurutnya, sebagian utang tersebut telah ditarik. Hingga akhir Oktober, jumlah pinjaman tambahan yang masuk sudah mencapai US$ 3 miliar. Pinjaman program direncanakan sebesar US$ 3,8 miliar, sedangkan sisanya dicari dari SBN valas melalui skema private placement.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan, penatikan pinjaman memnag menjadi opsi yang paling mudah ketika penerimaan tak mencapai target. Pasalnya pemerintah dihadapkan eh sejumlah kontrak pelerjaan yang sudah dialokasikan pagunya.
“Jika penerimaan kurang dan tak meminjam ya kantong pemerintah kosong. Tapi inikan skenario ideal. Soalnya penyerapan anggaran sendiri masih minim. Jadi kalau sudah pinjam tapi malah gak kepakai kan jadi mubazir,” ucapnya.
Untuk diketahui, memasuki bulan ke-11, realisasi penyerapan anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) baru sekitar 70 persen dari total pagu Rp 795,5 triliun.