Data

Kinerja Penerimaan Pajak (Mei 2019)

CITA, 24 April 2019 – Perang dagang antara AS dan China yang berdampak secara signifikan terhadap kinerja ekspor dengan sendirinya berpengaruh pada kinerja penerimaan pajak dalam negeri.

Berdasarkan data Kemenkeu, hingga Mei 2019 realisasi penerimaan pajak mencapai Rp496,65T atau 31,48% dari target dalam APBN. Realisasi tersebut hanya tumbuh  2,51% (yoy) jika dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun lalu, yakni Rp 484,5 T yang tumbuh hingga 15,96% (yoy).

Tren perlambatan pertumbuhan ini sudah terlihat sejak awal tahun 2019. Di Januari, realisasi penerimaan mencapai Rp 86 T atau hanya tumbuh 9,55% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang pertumbuhannya mencapai 10,80% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Capaian di bulan berikutnya (Februari) tak menunjukkan perbaikan. Hingga februari 2019, DJP mampu mengumpulkan Rp160,85 T atau hanya tumbuh 4,86% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pada kuartal-1 2019, tren perlambatan tersebut tak kunjung membaik: kinerja pertumbuhan hanya 1,83% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 10,23% (yoy). Realisasi penerimaan mencapai Rp 248,98 T atau 15,7% dari target.

Di Mei 2019, realisasi penerimaan pajak semakin mengkhawatirkan yakni hanya tumbuh 0,83% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Grafik 1. Kinerja Penerimaan Pajak s.d. Mei 2019, sumber: Kemenkeu, diolah

Lebih lanjut, kinerja penerimaan pajak sebagian besar masih ditopang oleh PPh non-migas yang pada periode ini realisasinya mencapai Rp 294,14 T atau tumbuh 7,05% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh mencapai 14,25% (yoy). 59,22% dari total penerimaan pajak sampai Mei ini berasal dari PPh non-migas (lihat Gambar 2). Selain PPh non-migas, kontribusi terhadap penerimaan pajak juga diperoleh dari PPN dan PPnBM (Rp173,31 T; 34,90%); PPh Migas (Rp26,35 T; 5,31%); dan PBB dan pajak lainnya (Rp2,85 T; 0,57%).

Grafik 2. Kontribusi berbagai jenis pajak terhadap total penerimaan pajak s.d. Mei 2019, sumber: Kemenkeu, diolah

Grafik 2. Kontribusi berbagai jenis pajak terhadap total penerimaan pajak s.d. Mei 2019, sumber: Kemenkeu, diolah

Namun demikian, PPh non migas, PPN dan PPnBM, serta PBB dan pajak lainnya justru menunjukkan kinerja yang kurang baik karena mengalami perlambatan pertumbuhan secara signifikan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (lihat Gambar 3). Bahkan, PPN dan PPnBM serta PBB dan Pajak lainnya tumbuh negatif. Hanya PPh migas saja yang kinerjanya sedikit lebih baik di periode ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Grafik 3. Kinerja per jenis pajak, sumber: Kemenkeu, diolah

Sebagai kontributor terbesar penerimaan pajak, PPh non-migas ditopang oleh PPh pasal 25 OP dan badan, PPh Pasal 21, pasal 22, dan PPh final. Beberapa di antaranya mengalami pertumbuhan double digits pada periode ini: PPh pasal 25 OP sebesar 14,45%; PPh pasal 21 sebesar 22,49%; dan PPh pasal 22 sebesar 14,65%. Namun lagi-lagi, pertumbuhan pajak tersebut masih lebih rendah daripada pertumbuhan periode yang sama tahun lalu.


Grafik 4. Pertumbuhan per jenis pajak, sumber: Kemenkeu, diolah

Berkenaan dengan pajak sektoral, kontribusi terbesar berasal dari industri pengolahan yakni sebesar Rp132,35 T (28%). Sedangkan sektor transportasi dan pergudangan memberikan kontribusi paling sedikit, yakni 4,5% padahal sektor ini tumbuh lebih baik di periode ini jika dibandingkan dengan periode sebelumnya (lihat Grafik 6).

Grafik 5. Realisasi dan Kontribusi Pajak Sektoral
Sumber: Kemenkeu, diolah
Grafik 6. Kinerja pajak sektoral
Sumber: Kemenkeu, diolah

Selain sektor transportasi dan pergudangan, ada sektor jasa keuangan yang kinerjanya lebih baik, yakni mengalami pertumbuhan 10% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh hanya 2,6%. Sementara itu, pertambangan, sektor perdagangan, sektor industi pengolahan dan sektor konstruksi dan real estat justru mengalami perlambatan di periode ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Bahkan, sektor pertambangan dan industri pengolahan tumbuh negatif.

Dari sisi cukai, hingga Mei ini realisasinya mencapai Rp56,21T atau mengalami pertumbuhan signifikan yakni 58,21% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya tumbuh 35,51% (yoy).

Perang dagang sebagai faktor eksternal penyebab terjadinya perlambatan ekonomi memicu laju ekspor yang lebih rendah dan turunnya impor sehingga memukul penerimaan pajak. Di samping itu, harga komoditas yang lebih rendah dibanding tahun lalu juga berpengaruh terhadap penerimaan pajak 2019 ini.

Tren perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada lima bulan belakangan ini tentunya akan berimbas pada realisasi penerimaan di akhir tahun nanti. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa hingga akhir tahun 2019, DJP diperkirakan hanya mampu mengumpulkan Rp1.407,35 T-Rp1.449,7 T atau 89,2%-92% dari target dalam APBN (lihat Grafik 7).

Grafik 7. Proyeksi Penerimaan Pajak 2019
Sumber: Kemenkeu, diolah

Ini artinya shortfall penerimaan pajak berkisar antara Rp127,86 T-Rp170,26 diperkirakan akan kembali terjadi karena proyeksi ini masih berada di bawah target penerimaan pajak 2019 yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp1.577,56 T.

Komentar Anda