CITAX

Penjual Barang Impor Dibidik Pajak: Batas Bebas Pajak Diturunkan

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA – Ada kabar tak sedap bagi Anda yang suka berbelanja barang dari luar negeri. Sebab, pemerintah menurunkan batasan nilai barang belanjaan dari luar negeri yang terbebas dari pajak impor dan bea masuk, dari US$ 100 menjadi US$ 75 per hari per pembeli.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/2018 yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 10 September 2018. Aturan ini akan berlaku mulai 10 Oktober 2018.

Ada dua hal utama yang diatur dalam beleid itu. Pertama, pemerintah menurunkan batas pembebasan bea masuk dan pajak impor (de minimis value), dari US$ 100 menjadi US$ 75. “Dasar US$ 75 adalah rekomendasi dari World Customs Organization (WCO),” kata Heru Pambudi, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) , Jumat (14/9).

Kedua, batasan US$ 75 adalah untuk total transaksi per hari. Kelebihannya akan dikenai pajak dan bea masuk. “Contoh, jika seseorang dalam sehari melakukan tiga transaksi, pertama US$ 50, lalu US$ 20, dan ketiga US$ 100, yang diberi pembebasan bea masuk dan pajak impor adalah yang pertama dan kedua. Sedangkan yang ketiga dikenakan tarif normal,” ujar Heru.

Heru yakin, aturan itu bakal menertibkan importir nakal yang selama ini melakukan splitting agar bebas dari bea masuk dan pajak impor.

Sebab, pihaknya menemukan ada importir nakal yang bertransaksi 400 dokumen
dengan total US$ 20.300 dalam sehari. Barang-barang yang diimpor antara lain arloji, tas, baju, kacamata, hingga sarung handphone dengan nilai

US$ 55,16 hingga US$ 84,04. Beleid ini juga diharapkan bisa memacu produksi lokal. “Kita tidak hanya menikmati barang impor,” tambahnya.

Dia mengingatkan, importir nakal mungkin akan mengakali aturan ini dengan menurunkan nilai transaksi di bawah US$ 75. Tapi, dia optimistis, sistem di Bea Cukai bisa melacak aktivitas itu.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, kebijakan ini tepat untuk mengurangi impor barang jadi yang banyak dilakukan e-commerce. Namun kebijakan ini masih memiliki
kekurangan. “Jika membeli buku dari luar negeri di atas US$ 75 karena tidak ada di dalam negeri, bisa merugikan pendidikan,”tandasnya.

Pegadaian Salurkan Kredit ke Tekfin

PT Pegadaian memperluas bisnis. Jika tidak ada aral melintang, tahun ini Pegadaian bakalan menyalurkan pembiayaan ke sejumlah perusahaan teknologi finansial (tekfin) atau financial technology (fintech) berbasis pinjam meminjam online atau peer to peer (P2P) lending.

Direktur Teknologi Informasi Digital Pegadaian Teguh Wahyono mengatakan, Pegadaian akan berperan sebagai pemberi pinjaman (lender) yang akan menyalurkan pinjaman melalui platform fintech. Tahap awal, ada sekitar lima perusahaan fintech besar yang akan bekerja sama dengan Pegadaian.

“Fintech ini sebagai channeling untuk menyalurkan pembiayaan kepada peminjam,” kata Teguh ke KONTAN, Jumat (14/9).

Namun ia enggan menyebutkan siapa saja perusahaan fintech yang akan diajak Pegadaian untuk kerjasama dengan alasan kerjasama itu baru sampai tahap penilaian dan penjajakan.

Namun, rencananya kerjasama ini akan terwujud di triwulan keempat 2018. “Kemungkinan terlaksana di bulan Oktober dan November karena baru mulai perjanjian. Paling tidak, akhir bulan bisa bekerja sama dengan satu fintech,” ungkapnya.
Adapun nilai pinjaman yang disalurkan, Teguh menyebutkan akan berada di kisaran ratusan miliar rupiah.

Pegadaian akan melakukan pencairan secara bertahap ke setiap platform fintech. Sementara nilai bunga yang dikenakan, masih tahap diskusi.

Direktur Pemasaran Pegadaian Harianto Widodo mengungkapkan, alasan Pegadaian memasukan bisnis fintech, lantaran pembiayaan Pegadaian di semester I cenderung melambat.

Sementara CEO Modalku Reynold Wijaya menyambut baik rencana dari Pegadaian itu. “Kami siap jika memang diajak kolaborasi dengan Pegadaian,” ujar dia.

Penguatan Ringgit Menjegal Harga CPO

Penguatan nilai tukar ringgit Malaysia terhadap dollar Amerika Serikat (AS) menjegal kenaikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Padahal, fundamental permintaan cukup solid.

Mengutip Bloomberg, Jumat (14/9), harga CPO kontrak pengiriman November 2018 di Malaysia Derivative Exchange turun 0,94% dibanding hari sebelumnya ke level RM 2.222 per metrik ton. Dalam sepekan, harga minyak nabati ini bahkan sudah rontok 1,94%.

Analis PT Monex Investindo Futures Faisyal menyebut, penguatan ringgit membebani investor yang membeli CPO dengan mata uang lain. Sebagai gambaran, sepekan terakhir, ringgit terapresiasi terhadap dollar AS sebesar 0,19% ke level RM 4,1383.
Faktor fundamental sejatinya masih positif. Faisyal memperkirakan, pembelian minyak sawit masih akan meningkat, sebab Malaysia menerapkan bea keluar CPO 0% pada September ini.

Malaysian Palm Oil Council (MPOC) melaporkan, Agustus lalu, volume ekspor Malaysia naik 8,1% jadi 1,1 juta ton.
Analis Asia Tradepoin Futures Deddy Yusuf Siregar menambahkan, harga CPO juga mendapat sentimen positif dari kenaikan ekspor Indonesia. Peningkatan ini terutama disokong ekspor ke India yang naik 40% menjadi 652.730 ton per Juli. Ini angka ekspor tertinggi di tahun 2018.

Selain juga ada kebijakan Indonesia terkait B20 yang diberlakukan mulai 1 September lalu. Hingga akhir tahun ini, diperkirakan butuh 7 juta ton CPO untuk biodiesel.

Tapi, lanjut Deddy, CPO masih sulit mencapai level RM 2.300, karena kekhawatiran terhadap perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Perang dagang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global, sehingga permintaan komoditas terancam menurun.

Potensi naik

Secara teknikal, harga CPO bergerak di atas MA 50, namun masih di bawah MA 100 dan 200. Artinya, dalam jangka pendek masih ada potensi naik. Sementara, RSI di area 51 positif, mengindikasikan harga CPO berpotensi menguat. Begitu pula, stochastic di area 52 dan MACD masih berpotensi menguat di area positif.

“Baik fundamental maupun teknikal untuk pekan depan masih membuka peluang CPO untuk naik,” kata Deddy.
Prediksi dia, pekan depan, harga CPO bergulir di rentang lebar RM 2.100-RM 2.280 per metrik ton.
Faisyal juga melihat potensi kenaikan harga CPO pada perdagangan pekan depan. Perkiraannya, minyak sawit akan bergerak antara RM 2.215-RM 2.250.

Menurut Faisyal, dari sisi fundamental positif seiring kenaikan ekspor Malaysia dan Indonesia. Hingga akhir tahun ini, tren harga minyak sawit juga bakal bagus, karena kebijakan pajak di Malaysia.
Ringgit juga masih berpeluang melemah dengan rencana The Federal Reserves mengerek suku bunga sebanyak dua kali lagi di sisa tahun ini. (Ghina Ghaliya Quddus/Ferrika Sari/Venny Suryanto)

Sumber: TRIBUNNEWS.COM, 17 September 2018

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *