RMOL. Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berharap kebijakan ingin memunggut pajak e-commerce tidak ambisius untuk mengejar potensi pajak jangka pendek. “Kebijakan harus dipastikan meperhatikan kepastian dan ruang pertumbuhan bisnis yang baik agar kelak bisa memetik hasil yang semakin besar,” ujar Yustinus Prastowo kepada Rakyat Merdeka, pada akhir pekan.
Dia mengatakan, e-commerce merupakan salah satu komponen vital dalam bisnis dan perekonomian Indonesia. Sehingga pengaturan pajak jangan sampai menghambat keberlanjutan bisnis sektor ini. Kebijakan harus komprehensif, mengedepankan kepastian, dan kompatibel dengan pengaturan di negara lain. Selain itu, menurutnya, pemerintah perlu memberikan insentif yang tepat sangat dibutuhkan, mengingat sektor ini baru tumbuh.
Untuk mendapatkan formula pajak yang tepat, Yustinus menilai, pemerintah perlu mengidentifikasi dan mengklasifikasi model serta skala bisnis e-commerce. Misalnya, pelaku start up semestinya mendapat perlakuan berbeda. Diberikan insentif, difasilitasi, dan terus dijaga agar kelak dapat berkontribusi maksimal bagi negara.
Caranya, lanjut Yustinus, dengan melakukan pendataan pelaku usaha agar menjadi wajib pajak melaluirepresentative office yang ada untuk pebisnis asal luar negeri atau menjadi pengusaha kena pajak. Sekaligus memaksa menjadi Badan Usaha Tetap (BUT) tanpa mengubah Undang- Undang Pajak Penghasilan untuk kredibilitas pemerintah.
“Hal ini untuk menciptakan keadilan antara pelaku domestik dan yang berdomisili di luar negeri harus diciptakan equal playing field dengan kebijakan yang menjamin perlakuan setara. Maka koordinasi Kominfo dan Ditjen Pajak menjadi sangat penting,” cetusnya.
Yustinus mengatakan, jenis pajak yang dipungut nantinya PPNatas transaksi penjualan barang dan jasa kena pajak. Untuk mempermudah administrasinya, pengenaan PPN dengan nilai lain, atau tarif efektif sehingga lebih sederhana.
Yustinus mengapresiasi langkah pemerintah yang tengah membuat aturan untuk memungut pajak bisnis e-commerce. Menurutnya, negara memilik hak terutang untuk menarik pajak pada bisnis tersebut. ***
Sumber: RMOL.COM, 09 Oktober 2017

