CITAX H1

CITA: Data Nasabah Harus Dilindungi dari Penyalahgunaan

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Penerbitan Perppu ini patut diapresiasi sebagai langkah maju dan bentuk komitmen Indonesia berpartisipasi dalam inisiatif global tentang AEOI (Automatic Exchange of Information) yang diprakarsai OECD dan G-20.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pertukaran ini bersifat resiprokal, sehingga Indonesia harus menyelaraskan beberapa hal. Diantaranya klausul keterbukaan dalam ketentuan perundang-undangan, yang menjadi prasyarat pertukaran informasi keuangan.

Dengan demikian Perppu ini merupakan sebuah keniscayaan (necessity requirement). “Kegagalan mengambil langkah cepat dan tepat akan merugikan Indonesia karena rusaknya kredibilitas, ancaman pengucilan, dan kemungkinan dimasukkan dalam daftar hitam yurisdiksi rahasia,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (21/5/2017).

Dia menjelaskan, Perppu ini mengatur kewenangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mendapatkan akses untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan perjanjian internasional di bidang perpajakan.

Menurut dia, lembaga jasa keuangan yang meliputi perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan nantinya secara berkala wajib menyampaikan laporan yang berisi identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening keuangan, identitas lembaga jasa keuangan, saldo atau nilai rekening keuangan, dan penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.

Namun kewenangan yang besar untuk mengakses data harus diimbangi dengan akuntabilitas, yaitu klausul confidentiality dan data safeguard yang menjamin perlindungan data nasabah atau wajib pajak dari penyalahgunaan di luar kepentingan perpajakan.

“Untuk itu perlu jaminan bahwa klausul ini akan dimasukkan dalam revisi UU KUP dan UU Perbankan (regulasi), pengembangan sistem teknologi informasi termasuk SOP dan pengawasan internal yang ketat, dan sanksi yang berat bagi pejabat/pegawai yang melakukan pelanggaran,” tandas dia.

Sumber: Liputan6.com, 21 Mei 2017

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *