CITAX

Pemerintah akan sederhanakan PPN ritel

KONTAN.CO.ID | 04 April 2016
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (kanan) berbincang dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (kiri) sambil berjalan usai mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (28/1).

JAKARTA. Pemerintah tengah menggodok rencana kebijakan baru terkait pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Rencananya, pemerintah akan sederhanakan pungutan PPN khusus untuk ritel.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah akan membuat jenjang (layer) yang lebih sederhana untuk PPN ritel. “PPN ada berbagai tahap. Itu yang bikin complicated. Khusus ritel, mau disederhanakan,” katanya akhir pekan lalu.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) kini tengah menggodok mekanisme pungutan PPN yang lebih sederhana lewat pemungutan PPN final untuk ritel.

Rencananya, pungutan PPN final itu akan dibatasi sesuai dengan omzet tertentu setiap tahunnya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Mekar Satria Utama menjelaskan, Ditjen Pajak mengusulkan beberapa alternatif pungutan PPN final untuk transaksi ritel.

Pertama, pungutan ini dikenakan bagi pengusaha dengan omzet Rp 4,8 miliar -Rp 10 miliar. Untuk usaha beromzet di bawah Rp 4,8 miliar tidak dipungut PPN.

Sementara usaha dengan omzet di atas Rp 10 miliar tetap dikenakan PPN normal 10%. Alternatif kedua, pungutan PPN final untuk usaha dengan menurunkan batasan omzetnya menjadi Rp 600 juta per tahun hingga Rp 4,8 miliar per tahun.

Tapi, alternatif kedua ini terbentur Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Batasan Pengusaha Kena Kecil Pajak Pertambahan

Nilai yang mengatur bahwa pengusaha dengan omzet Rp 4,8 miliar setahun tidak wajib berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP). Jika batasan PPN final mulai dari Rp 600 juta maka pemerintah harus merevisi (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013.

“Sampai saat ini belum diputuskan mau digunakan yang mana,” kata Mekar. Sayangnya, ia enggan merinci besaran PPN final yang dikaji.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo bilang, selama ini batasan pengusaha tidak wajib berstatus PKP Rp 4,8 miliar justru dimanfaatkan pelaku usaha untuk bersembunyi dari pajak.

Makanya, ia menyarankan agar pemerintah memberlakukan PPN final untuk perngusaha beromzet Rp 600 juta – Rp 4,8 miliar per tahun. “Supaya mereka tidak sembunyi lagi,” tambah Prastowo.

Komentar Anda