KBRN, Jakarta: Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menilai rencana pemerintah menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di tahun 2026 perlu dikaji lebih dalam. Menurutnya, masalah daya beli masyarakat tidak bersumber dari kebijakan fiskal semata.
“Kalau kita lihat masalah turunnya daya beli masyarakat saat ini, itu bersumber dari ketidakpastian ekonomi,” kata Fajry, saat diwawancara Pro 3 RRI, Rabu (15/10/2025). Fajry menjelaskan ketidakpastian ini membuat pelaku usaha menahan ekspansi dan investasi sehingga lapangan kerja tidak tumbuh.
Fajry menilai penurunan tarif PPN justru berpotensi mengurangi penerimaan negara secara signifikan. “Kalau pemerintah menurunkan tarif PPN, mungkin sekitar Rp100 triliun akan hilang,” ujarnya.
Ia mengingatkan kontribusi PPN dan PPNBM terhadap postur APBN 2026 cukup tinggi. Menurut Fajry, risiko fiskal akan meningkat jika kebijakan ini diterapkan tanpa menekan sisi belanja.
“Contoh Vietnam pernah menurunkan PPN, tapi mereka juga menurunkan spending. Sedangkan di Indonesia spendingnya banyak, seperti untuk program makan bergizi gratis,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah memiliki banyak opsi lain untuk mendorong ekonomi tanpa harus menurunkan tarif PPN. “Bisa dengan deregulasi, menjaga kepastian iklim usaha, atau mengurangi high cost economy,” katanya.
Fajry mengingatkan agar pemerintah berhati-hati menjaga defisit APBN di tengah ketidakpastian global. “Kalau ingin menurunkan tarif PPN, sangat riskan sekali. Defisit APBN perlu dijaga agar investor tidak kabur,” katanya.
Diketahui, pemerintah berencana mengkaji kemungkinan penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun 2026 mendatang. Wacana ini disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Selasa (12/10/2025).
Saat ini tarif PPN berada di angka 11 persen. Purbaya mengatakan, langkah penurunan tarif akan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan penerimaan negara hingga akhir tahun ini.
“Kita akan lihat akhir tahun ekonomi seperti apa,” ujar Purbaya. Ia menilai, penurunan PPN bisa menjadi stimulus untuk mendongkrak daya beli masyarakat.
Sumber: https://rri.co.id/keuangan/1903249/pengamat-nilai-rencana-penurunan-ppn-tahun-2026-berisiko


