POIN-POIN DISKUSI “REFORMASI PENGADILAN PAJAK”
Diskusi di Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana Jakarta siang tadi memunculkan pokok-pokok gagasan berikut.
1. Pengadilan Pajak (PP) adalah salah satu bagian penting sistem perpajakan nasional yang akan berpengaruh besar pada kepatuhan wajib pajak. Jika putusan PP secara kualitas mampu memenuhi rasa keadilan, objektif, kredibel dan didasarkan pada proses yang transparan dan akuntabel, dampak pada kepatuhan pajak akan positif dan sebaliknya.
2. Maka, penguatan PP merupakan keniscayaan. Reformasi PP harus menyentuh tiga lapis persoalan sekaligus: kelembagaan, sumber daya manusia, dan administrasi. Harus segera dituntaskan integrasi PP di bawah Mahkamah Agung agar menjamin peradilan yang bebas intervensi dan independen. Konsekuensinya, MA harus mampu melakukan manajemen perkara yang bertumpuk agar tidak menunda hak untuk mendapatkan keadilan dengan sederhana, mudah, dan murah. Dari sisi SDM, kompetensi hakim pajak perlu terus ditingkatkan agar mampu menjawab tuntutan dan tantangan yang semakin kompleks dan berat.
3. Salah satu prasyarat reformasi adalah revisi UU PP, yang seharusnya disatukan dengan revisi UU KUP sehingga menjamin keselarasan visi dan tujuan reformasi perpajakan menyeluruh. Karena tidak memungkinkan lagi, perlu dilakukan sounding ke DPR agar memperhatikan hal ini saat pembahasan UU KUP berlangsung.
4. Manajemen perkara harus lebih akuntabel dan transparan, dengan memperhatikan ketentuan kerahasiaan data di satu sisi dan kewajiban menerapkan prinsip keterbukaan hasil persidangan (putusan) di sisi lain. Eksaminasi yang baik perlu dilakukan agar terjadi diseminasi dan pengayaan pemahaman publik melalui diskursus.
5. Terdapat usulan untuk menjamin efisiensi dan efektivitas, peradilan dual-system di pengadilan pajak yang dapat memproses sengketa administratif dan pidana sekaligus. Ini tantangan bagi para akademisi.
6. Terkait sengketa dan kasus pajak AAG, dipertanyakan tindak lanjut para gatekeeper seperti akuntan publik, konsultan, lawyer, dan perbankan yang diduga tahu dan terlibat dalam kasus ini. Wacana lebih diarahkan untuk mengantisipasi jika ada kasus serupa.
7. Pengemplangan pajak yang marak perlu dimitigasi dengan pembuatan aturan yang memadai. Perlu dipikirkan institusi yang secara khusus bertanggung jawab terhadap proses reformasi sistem perpajakan Indonesia. Sehingga baik fiskus, wajib pajak, dan komunitas pajak secara bersamaan dibangun kesadaran dan partisipasi aktifnya.
8. Diskusi ini hanya bagian kecil dari sebuah proses panjang. Ini adalah iktiar civil society berkontribusi aktif dan nyata. Perlu kepekaan Pemerintah (Ditjen Pajak) untuk lebih proaktif mengajak segenap elemen bersinergi. Karena #PajakMilikBersama.
Demikian ringkasan yang dapat saya buat sementara ini. Mari didiskusikan.