Siaran Pers

SIARAN PERS “RAPBN 2018: Moderat, Namun Perlu Kerja Ekstra”

Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA)
SIARAN PERS
RAPBN 2018: Moderat, Namun Perlu Kerja Ekstra

  1. Kami mengapresiasi RAPBN 2018 yang disusun lebih hati-hati (prudent), target-targetnya moderat meski tetap optimistik, dan kredibel. Ini menjadi pertanda baik bagi kendali pengelolaan perekonomian nasional, khususnya kebijakan fiskal yang berkesinambungan dan sehat. Semenjak anjloknya harga komoditas, perekonomian perekonomian Indonesia terus mengalami perlambatan hingga tumbuh di bawah lima persen di tahun 2015. Di tengah pencarian titik keseimbangan baru dalam perekonomian global maupun dinamika politik di Amerika Serikat, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali meningkat di tahun 2016 dengan mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar lima persen. Di tahun 2017, dalam APBNP 2017, pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%. Jika melihat pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama dan kedua tahun 2017 yang mengalami stagnansi di 5,01%, sulit bagi pemerintah untuk mengejar target pertumbuhannya. Dalam RAPBN 2018, pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%. Tentunya, untuk mencapai target pertumbuhan tersebut, pemerintah harus berkerja lebih keras.  Pertimbangan ini atas dasar kinerja pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya dan dampak keekonomian dari pembangunan infrastruktur yang baru dirasakan secara signifikan setelah tahun 2019.
  1. Target penerimaan pajak dalam RAPBN 2018 menurut kami cukup realistis dan moderat, meski tetap menunjukkan optimisme yang cukup tinggi. Karena jika dibandingkan dengan target pajak di APBNP 2017 hanya naik sekitar 9%. Akan tetapi target penerimaan pajak dalam RAPBN 2018 akan meningkat 21% dari proyeksi penerimaan pajak 2017 yang kami lakukan. Berdasarkan proyeksi kami, penerimaan pajak pada tahun 2017 berkisar Rp1.094,88 triliun – Rp1.169,86 triliun atau 85,3%-91,14% dari target penerimaan pemerintah. Proyeksi ini didasari oleh kinerja penerimaan per Juli 2017 yang meskipun menunjukkan kenaikan, namun belum memuaskan. Pada periode tersebut kinerja penerimaan pajak y.o.y. mencapai 12,47%. Namun, kinerja tersebut sudah termasuk penerimaan dari program Amnesti pajak (Periode III Januari-Maret 2017). Jika penerimaaan dari Amnesti Pajak dikecualikan, kinerja penerimaan pajak hanya sebesar 8,49% atau Rp578,6 triliun. Kinerja 2017 akan diuji lagi di September 2017, karena faktor amnesti pajak di September 2016 kontribusinya cukup signifikan.
  1. Untuk PPh non migas, penerimaan PPh non-migas dalam target RAPBN 2018 adalah yang paling berat untuk dicapai. Target penerimaan PPh non-migas meningkat 29,39% atau sebesar Rp816,99 triliun dibandingkan proyeksi realisasi penerimaan PPh non-migas tahun 2017. Di tahun 2017 sendiri, kami memproyeksikan penerimaan PPh non-migas hanya mencapai Rp631,4 triliun atau 85,07% dari target. Proyeksi ini didasari kinerja penerimaan PPh non-migas tahun 2017 yang lebih rendah dari tiga tahun sebelumnya. Per-Juli 2017, kinerja PPh non-migas hanya sebesar 7,62% y.o.y, jauh lebih rendah rata-rata kinerja tiga tahun terakir yaitu 15,15%. Hal ini dipengaruhi belum optimalnya tindak lanjut atas data amnesti pajak karena masih menunggu diterbitkannya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan UU.
  1. Sebaliknya, target peneriman PPN lebih realistis dibandingkan target penerimaan PPh non-migas. Dalam RAPBN 2018, target penerimaan PPN sebesar Rp535,3 triliun. Dibandingkan dengan proyeksi realisasi penerimaan PPN tahun 2017, target penerimaan PPN dalam RAPBN 2018 meningkat 13,7%. Di tahun 2017, kami memproyeksikan realisasi penerimaan PPN mencapai angka Rp470 triliun. Hal ini didasari peningkatan kinerja penerimaan PPN per-Juli 2017 yang meningkat 11,13% y.o.y. Dengan performa ini target PPN 2018 diperkirakan akan tercapai.
  1. Untuk penerimaan lainnya (Cukai dan PNBP), target pemerintah dalam RAPBN 2018 cukup realisitis. Terkait penerimaan cukai, target penerimaan Cukai dalam RAPBN 2018 (meningkat hanya 3,73% dari realisasi proyeksi 2017, Rp149,81 triliun) terlihat sudah mempertimbangkan kondisi IHT (Industri Hasil Tembakau). Selama ini, penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) mendominasi penerimaan Cukai (95%). Dengan turunnya produksi rokok semenjak tahun 2014, penerimaan Cukai otomotis akan tertekan. Sedangkan penerimaan PNBP terlihat menunjukan peningkatan kinerja, per Juni 2017, kinerja penerimaan PNBP mencapai 30,3%. Dengan kinerja tersebut, penerimaan PNBP diperkirakan mencapai Rp341,97 triliun atau melewati target dalam APBNP 2017 sebesar Rp260,2 triliun.
  1. Untuk belanja negara, target belanja negara dalam RAPBN 2018 meningkat berkisar 6,35% – 14,48% dari proyeksi realisasi tahun 2017. Menurut kami target ini masih terlalu optimistik. Jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2017, realisasi belanja negara per Juni baru mencapai pertumbuhan 3,23% y.o.y. Dengan angka tersebut, kami memproyeksikan skenario pesimis realisasi belanja negara mencapai 91,45% dari target atau tumbuh 14,48% dibandingkan RAPBN 2018. Sedangkan untuk skenario moderat kami memproyeksikan kenaikan anggaran belanja akan meningkat sebesar 10,34% dan skenario optimis kami memproyeksikan kenaikan anggaran belanja hanya 6,35%. Target realisasi belanja dalam RAPBN 2018 cukup berat untuk dicapai, terutama jika kita melihat bagaimana pemerintah mengerem belanja negara pada kuartal IV tahun 2016 demi menjaga defisit APBN. Perlu terus didorong realokasi/pergeseran pos belanja yang lebih produktif.
  2. Sedangkan defisit anggaran dalam RAPBN 2018 ditetapkan sebesar Rp325,93 triliun. Target ini turun Rp22,56 triliun dari target defisit anggaran pemerintah dalam APBNP 2017 yaitu 2,67% dari PDB 2017 atau Rp348,49 triliun. Jika dibandingkan dengan proyeksi realisasi 2017, target defisit anggaran turun Rp71,47 triliun dan Rp146,45 triliun. Menekan angka defisit anggaran menciptakan dilema. Jika pemerintah mengerem realiasi belanja demi mengurangi defisit maka bisa saja terjadi pelamahan pertumbuhan ekonomi dan penerimaan perpajakan, yang pada akhirnya tidak mampu mengurangi defisit anggaran. Dengan demikian, sebelumnya, pemerintah harus memastikan bahwa pengeluaran anggaran dialokasikan dengan tepat. Utang masih terbuka sebagai pilihan dengan syarat dialokasikan untuk sektor produktif dan disesuaikan dengan kemampuan membayar. Salah satu ruang yang bisa digunakan untuk menekan beban utang adalah memanfaatkan rating yang membaik untuk menurunkan yield (imbal hasil).
  3. Komitmen pemerintah dalam membangun perekonomian Indonesia wajib didukung. Namun, kita juga harus mengawal bagaimana pembangunan perekonomian dilakukan dengan anggaran yang kredibel dan memberikan kepastian fiskal. Untuk itu pemerintah didorong melakukan optimalisasi penerimaan negara dengan (i) segera menuntaskan revisi UU Perpajakan agar terbangun sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum, (ii) mengefektifkan akses fiskus ke perbankan dan institusi keuangan lainnya berdasarkan Perppu No 1/2017, (iii) implementasi IT-based Tax Administration secara menyeluruh, termasuk penerapan Compliance Risk Management, (iv) mengefektifkan kerja sama internasional baik multilateral instrument (MLI) maupun AEoI,  (v) simplifikasi prosedur perpajakan, termasuk pelaporan, pembayaran, penyelesaian pemeriksaan, dan sengketa perpajakan, (vi) meningkatkan pengawasan di lapangan dalam rangka ekstensifikasi perpajakan dengan indikator capaian yang terukur, agar tercipta keadilan dan partisipasi yang maksimal, (vii) meningkatkan reformasi kepabeanan dan perijinan agar menciptakan iklim usaha yang sehat dan kompetitif, (viii) ekstensifikasi barang kena cukai yang nyata-nyata menciptakan eksternalitas negatif demi melindungi kepentingan masyarakat, termasuk meninjau struktur tarif cukai yang ada agar menjamin kepastian dan kompetisi yang sehat.

 

Jakarta, 22 Agustus 2017

Komentar Anda