JAKARTA, KOMPAS.com – Sebagian besar masyarakat, khususnya pengusaha, dinilai sudah sadar akan kewajibannya membayar pajak kepada negara. Namun, tidak sedikit juga yang ternyata masih meragukan manfaat membayar pajak bahkan membandingkan besaran manfaat dengan jumlah pajak yang dibayarkan.
Hal ini menjadi salah satu temuan dari survei yang digelar Pusat Data dan Analisis Tempo (PDAT) bersama Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) yang dipublikasikan pada Senin (6/8/2018) malam di Kementerian Keuangan. Survei dilaksanakan dari 6-30 Juni 2018 dengan total 2.000 responden Wajib Pajak Badan yang tersebar di 30 provinsi di Indonesia.
“Menurut survei, tingkat kesadaran terhadap kewajiban membayar pajak sudah cukup tinggi, dengan rata-rata skor kepatuhan 8,31,” kata Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo.
Yustinus menjelaskan, lebih dari 90 responden berpendapat pajak adalah kewajiban yang penting untuk dilaksanakan. Namun 73 persen responden menyertakan pentingnya transparansi alokasi dana pajak dan sistem politik yang demokratis.
Temuan lainnya yaitu sekitar 50 persen responden menganggap pajak belum memenuhi unsur keadilan dalam hal manfaat yang diterima. Para pengusaha juga merasa pajak menjadi penghalang bagi mereka ketika ingin berinvestasi.
“Dalam hal sistem pajak, sebagian besar perusahaan memandang hal itu belum sempurna meskipun masih bisa diterima,” tutur Yustinus.
Kemudian survei juga mendapati sebagian besar perusahaan menyatakan patuh dalam menghitung besaran pajak, melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak tepat waktu, serta membayar pajak tepat waktu. Namun, sebagian responden (30 persen) mengaku pernah tidak patuh pajak dan sampai dijatuhi sanksi.
“Hal lain yang menarik, ternyata pemahaman terhadap penghindaran pajak dan penggelapan pajak cukup baik. Sebagian besar perusahaan memahami penghindaran pajak tidak boleh dilakukan, tidak boleh mengurangi jumlah besaran pajak, dan penghindaran pajak sebagai perbuatan kriminal serta tidak adil buat Wajib Pajak lain,” ujar Yustinus.
Berkaca dari survei tersebut, Yustinus memandang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan masih harus kerja keras dalam mereformasi sistem perpajakan. Terutama, bagaimana meyakinkan para Wajib Pajak bahwa uang yang disetor ke negara memiliki manfaat yang bisa mereka rasakan dalam berbagai bentuk, seperti pelayanan publik hingga infrastruktur penunjang aktivitas sehari-hari.
Sumber: KOMPAS.COM, 07 Agustus 2018