CITAX

Target Ketinggian, Petugas Pajak Agresif Kejar Setoran

DETIK.COM | 16 FEBRUARI 2016
Jakarta -Target pajak yang terlalu tinggi ditetapkan pemerintah pada 2015, namun tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas kelembagaan ternyata justru menimbulkan dampak negatif, yaitu banyak petugas yang bekerja membabi buta.
Demikianlah diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo kepada detikFinance, Selasa (16/2/2016).
“Makanya sebenarnya kapasitas Ditjen Pajak nggak dibesarkan dan target yang tinggi maka semua menjadi agresif karena ukuran kinerja hanya pencapaian target,” jelasnya.
Pada 2015, target pajak yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan adalah Rp 1.294 triliun. Namun realisasinya hanya Rp 1.060 triliun. Sementara di 2016 target kembali ditingkatkan menjadi Rp 1.350 triliun.
Prastowo menilai target tersebut masih sangat tinggi, tidak sesuai dengan kemampuan kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Terutama dari sisi masih terbatasnya jumlah pegawai dan pendataan wajib pajak (WP) yang tidak optimal.
“Harusnya untuk target yang tinggi, harus ada perubahan komprehensif. Sekarang dipotong-potong. Target naik, tunjangan dinaikan tapi kalau tidak tercapai malah dipotong. Mereka mau jadi badan tapi tunggu. Ini belum bisa jalan kalau UU KUP belum direvisi,” terangnya.
Pemerintah, menurutnya belum tepat untuk mematok target yang terlalu tinggi. Meskipun target tersebut merefleksikan besarnya potensi pajak yang belum digali. Namun setidaknya juga harus kembali dilihat kemampuan untuk merealisasikan target tersebut.
Dalam skema APBN, bila pajak tidak bisa memenuhi target, sementara belanja yang tinggi bisa terealisasi, maka solusi yang muncul adalah pelebaran defisit anggaran. Artinya akan ada penambahan utang untuk menutup defisit. Meskipun defisit dibatasi pada level 3%.
“Ini dari sisi waktu nggak pas untuk menetapkan target tinggi,” tegasnya.
Prastowo menyarankan agar target pajak direvisi pada level yang lebih realistis. Kemudian key performance indicator (KPI) untuk petugas pajak diarahkan tidak hanya bertumpu pada penerimaan, namun juga sisi kepatuhan WP.
“KPI harus dimodifikasi. Jangan cuma soal penerimaan, tapi kepatuhan seperti penambahan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) baru, penyerahan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak yang meningkat dan angka penaltyyang menurun,” tukasnya.

(mkl/hns)

Komentar Anda