
JAKARTA – Tingginya target penerimaan pajak tahun depan diusulkan untuk dikurangi. Realisasi penerimaan tahun ini yang meleset jauh dari target bisa menjadi basis ukuran untuk menetapkan penerimaan pajak tahun depan.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengusulkan, target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 bisa dipangkas menjadi Rp 1.280 triliun dari sebelumnya Rp 1.368 triliun. Target yang lebih realistis akan lebih baik daripada terlalu tinggi, tapi sulit diraih dan berdampak ke belanja dan defisit.
Jika dihitung, dari target per target memang hanya terjadi kenaikan tipis pada APBN 2016. Target pada 2015 senilai Rp 1.294 triliun, kemudian naik jadi Rp 1.368 triliun pada 2016 atau secara persentasi naik sekitar 5,4 persen.
Sayangnya, itu akan menjadi berat jika dilihat dari realisasi pajak. Yustinus menuturkan, pemerintah hanya akan merealisasikan penerimaan pajak sekitar 82 persen atau Rp 1.061 triliun hingga akhir tahun ini. “Kalau dihitung dari reakisasi, terjadi kenaikan yang cukup signifikan dari realisasi pajak 2015 ke APBN 2016. Kenaikan tinggi 34 persen,” tuturnya di Jakarta, Rabu (16/12).
Ia melanjutkan, target penerimaan pajak dalam APBN 2016 seharusnya hanya 15 persen dari realisasi perpajakan 2015 atau menjadi sekitar Rp 1.280 triliun. Dengan begitu, potensi potensi kekurangan pajak (short fall) tahun depan tidak semakin besar.
Tingkatkan Inovasi
Melebarnya short fall akan memiliki konsekuensi defisit anggaran bertambah dan memberatkan anggaran negara serta menghambat belanja pemerintah. Revisi APBN 2016 juga diperlukan supaya tidak membebani anggaran negara dari utang. “Rasio utang terhadap PDB aman, tapi bagaimana kemampuan bayar utang,” ucapnya.
Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan menuturkan, target penerimaan pajak yang ditetapkan pemerintah diperkirakan memang tidak akan tercapai. Ini disebabkan target penerimaan pajak melonjak tinggi, namun di tengah pertumbuhan ekonomi yang kian melambat.
Ia pun berharap pemerintah lebih meningkatkan inovasinya dalam menyadarkan masyarakat secara individu akan pentingnya pajak. Dahlan menilai, selama ini penerimaan pajak di Indonesia masih didominasi pajak perusahaan.
Dahlan pun mengusulkan kepada pemerintah agar membuat strategi penerimaan pajak yang konkret. “Selama ini ada perasaan kalau bayar pajak, nanti masuk ke kas negara, masuk ke birokrasi. Jadi, rasanya metode semacam ini tidak terlalu konkret,” ucap Dahlan.
Ia mencontohkan, pemerintah membuat sebuah proyek infrastruktur yang legendaris dan membutuhkan investasi puluhan triliun. Sementara itu, biaya pembangunan proyek tersebut dengan menggunakan setoran pajak yang dilakukan wajib pajak.
“Jadi, dikumpulkan oleh pemerintah, lalu? diimplementasikan. Ini memberikan kebanggaan kepada orang yang mau minta pengampunan pajak dengan membeli aset dalam negeri. Mumpung pajak murah semasa pengampunan pajak ini,” tuturnya.
“Tax Amnesty”
Anggota Komisi XI DPR, Mukhammad Misbakhun menyatakan, saat ini di tengah penurunan penerimaan negara pilihan kebijakannya terbatas dan waktunya pun terbatas.? Oleh karena itu, kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak perlu diambil supaya negara bisa mendapatkan penerimaan yang optimal.
“Kalau bicara tax amnesty, kita berbicara tentang bagaimana supaya dalam waktu dekat penerimaan negara itu bisa secara optimal tercapai. Pertanyaannya, apakah kita melalui tax amnesty atau mencetak utang baru. Itu yang menjadi pertaruhan kita,” ujarnya.
Ia mengemukakan, jika negara lebih mengambil jalan mencetak utang baru, hal itu akan menjadi beban bagi anak cucu ke depan. Kalau membuat tax amnesty, negara akan bisa mengumpulkan pajak dalam jumlah yang besar.
Hasil pengumpulan juga bisa dipakai untuk melakukan pembiayaan pembangunan yang saat ini menjadi prioritas pemerintah, seperti membayar gaji guru, polisi, tentara, serta membangun jalan dan balai desa. “Keadaan ini harus dipahami semua pihak. Jangan dikaitkan kemudian masalah ini dengan seakan-akan pemerintah ingin melakukan sebuah pengampunan yang berlebihan. Ini masalah tax amnesty semata,” katanya.