Klien.kontan.co.id : Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo setuju dengan rencana Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak terkait pengenaan pajak terhadap kepemilikan saham dan aset finansial. Menurutnya, sejauh dikenakan pada wealth tax memang merupakan ide yang baik. Asal jangan mengenakan pajak pada transaksi di bursa saham yang malah menurutnya akan merugikan.
“Sejauh ini di Indonesia pajak hanya dikenakan pada penghasilan yang telah direalisasikan. Tapi aset dan kepemilikan saham yang merupakan kekayaan potensi belum dikenakan. Padahal dari aset tersebut, seseorang bisa meminjam uang ke bank dan menggunakannya untuk berbisnis kembali dan melipatgandakan kekayaannya. Jadi pajak yang dibayarkan orang tersebut termasuk kecil jika dibandingkan aset kekayaan potensial yang dimilikinya. Oleh karena itu, pengenaan wealth tax menjadi masuk di akal,” ujar Yustinus.
Namun Yustinus menekankan, pengenaan pajak terhadap transaksi di bursa saham yang malah akan membuat perusahaan malas untuk go public. Menurutnya jangan sampai dibuat kebijakan yang malah menjadi disintensif terhadap perusahaan yang ingin mencari dana di bursa saham. Malah sebaliknya, harus ditingkatkan supaya perusahaan-perusahaan di Indonesia semakin transparan dalam memberikan laporan keuangannya.
Selain transparansi keuangan, transparansi penggunaan dana pajak oleh berbagai instansi pemerintahan hingga pemerintah daerah memang cukup penting. Mengingat pajak berasal dari masyarakat dan mereka berhak untuk mengetahui uang mereka digunakan untuk apa saja. Walaupun penting, Yustinus menilai ada hal yang lebih mendesak untuk dilakukan.
“Misalnya saja bagaimana mengawasi potensi Wajib Pajak pribadi. Patut diakui Wajib Pajak yang lebih banyak bolongnya berada di sektor individu. Oleh karena itu, Ditjen Pajak bisa mewadahi orang yang ingin melaporkan Wajib Pajak lain yang belum taat. Walaupun harus dicek, jangan sampai terjadi blackmail. Selain itu, pemerintah juga bisa menerapkan earmarking untuk memastikan penerimaan pajak digunakan secara tepat. Misalnya Pajak Kendaraan Bermotor digunakan untuk pengelolaan transportasi publik. Sayangnya di Indonesia belum ada earmarking sehingga Pajak Kendaraan Bermotor hanya digunakan untuk pembiayaan secara umum,” tutur Yustinus.
Untuk meningkatkan manfaat pajak terasa secara luas dan nyata oleh masyarakat, pemerintah pusat bisa bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk membangun daerahnya melalui intensif pajak di daerahnya. Diberikan atau diciptakan kebijakan-kebijakan pajak yang bisa diaplikasikan langsung dan menstimulus pembangunan.
“Misalnya kebijakan yang membuat pembelian mesin untuk pabrik menjadi lebih murah dan sebagainya. Sayang, desain politik anggaran dan desain otonomi daerah tidak nyambung dengan pusat,” katanya. Oleh karena itu, dia berharap ada penyatuan yang jelas sehingga masyarakat pun diuntungkan.
Sumber : http://klien.kontan.co.id/advertorial/client/pajak/121/Yustinus-Prastowo-Terapkan-Kebijakan-Dengan-Benar-Masyarakat-Untung