INILAH.COM | 17 DESEMBER 2015
Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), menganalogikan tax amnesty menjadi dua bagian.
Pertama, tax amnesty diibaratkan pemerintah ingin mendapatkan air yang berlimpah. Cara yang ditempuh dengan membuka keran selebarnya, agar air mengalir deras. “Sayangnya, pemerintah tak siapkan ember yang memadai. Sehingga airnya tumpah,” kata Yustinus di Jakarta, Rabu (15/12/2015).
Analogi kedua, kata Yustinus, tax amnesty bak senapan yang efektif digunakan untuk berburu binatang. “Sayangnya, senapan itu baru bisa pakai dua tahun lagi. Alhasil, binatang atau sasarannya sudah kabur duluan,” kata Yustinus.
Yustinus mengingatkan bahwa penerapan tax amnesty bisa kontraproduktif. Bisa mengurangi tingkat kepatuhan wajib pajak. Dijadikan alat untuk menghindar dari kewajiban pajak. “Tax amnesty bergantung pada kredibilitas dan reputasi administrasi perpajakan atas aspek penegakan hukum pajak,” ungkapnya.
Dalam hal ini, lanjut Yustinus, pemerintah sebaiknya berhati-hati sebelum menerapkan kebijakan ini. “Harusnya, fokus pemerintah adalah meningkatkan kesadaran wajib pajak agar patuh dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Itu saja,” papar Yustinus. [ipe]