KOMPAS.COM | 02 DESEMBER 2015
JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pengunduran diri Sigit Priadi Pramudito sebagai Direktur Jenderal Pajak, bisa menjadi momentum perbaikan reformasi perpajakan secara keseluruhan.
“Pengunduran diri Sigit seharusnya diletakkan dalam konteks kemendesakan melakukan reformasi perpajakan yang menyeluruh dan mendasar sehingga perbaikan menuju sistem perpajakan yang kokoh, berkeadilan, dan berkelanjutan akan terjamin,” katanya di Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Yustinus menyebutkan, momentum tersebut harus dimanfaatkan dengan baik untuk menghindari kemungkinan korban-korban yang tidak perlu di masa mendatang dan harus dipimpin langsung oleh Presiden sebagai pimpinan tertinggi negara.
“Reformasi kelembagaan, regulasi, administrasi, dan budaya perpajakan harus dikelola dalam satu tarikan napas dan dipimpin langsung oleh Presiden. Visi Trisakti dan jalan Nawacita harus dijadikan pandu dan terang reformasi perpajakan,” ujarnya.
Ia pun berharap Presiden segera menunjuk Direktur Jenderal Pajak baru yang definitif dari lingkungan internal, dengan mempertimbangkan faktor akseptabilitas, kepempimpinan, kompetensi dan integritas agar jajaran internal pajak bisa segera bekerja dengan lebih baik.
Selain itu, Direktur Jenderal Pajak yang baru diharapkan bisa segera menyiapkan pemenuhan prasyarat transformasi kelembagaan menuju pembentukan Badan Penerimaan Perpajakan bersama para pejabat terkait.
“Situasi transisional harus dijadikan momentum melakukan perubahan dan perbaikan kualitas organisasi, sumber daya manusia, pelayanan, dan koordinasi kelembagaan di Direktorat Jenderal Pajak,” kata Yustinus.
Terkait remunerasi pegawai pajak, Presiden diminta untuk meninjau Perpres Nomor 37 Tahun 2015 karena pemotongan tunjangan kinerja, akibat kegagalan pencapaian target penerimaan pajak, berpotensi menimbulkan demotivasi pegawai pajak.
“Disarankan ada penyempurnaan struktur remunerasi dan mengganti penalti dengan tuntutan perbaikan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan kinerja. Sementara, tunjangan kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Badan Kebijakan Fiskal sebagai bagian utuh Otoritas Perpajakan perlu dinaikkan,” tambahnya.
Secara keseluruhan, Yustinus menyarankan pemerintah agar lebih proaktif bermitra dan melibatkan pemangku kepentingan perpajakan yang lebih luas, termasuk asosiasi wajib pajak, akademisi, tokoh masyarakat, masyarakat sipil, konsultan pajak dan akuntan publik dalam membangun sistem perpajakan.
“DPR juga diharapkan mendukung penuh reformasi dan transformasi Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, antara lain melalui percepatan penyelesaian amandemen RUU Perpajakan, serta melalui dukungan anggaran dan politik,” katanya.