CITAX Headline

Momentum Bongkar Kasus Perpajakan – SKANDAL “PARADISE PAPERS”

Jakarta-Terbongkarnya dokumen “Paradise Papers” menjadi momentum bagi pemerintah untuk menegakkan sistem perpajakan. Dokumen sebanyak 13,4 juta file ini memuat berbagai informasi tentang pendirian perusahaan, kontrak bisnis, perjanjian-perjanjian rahasia, skema, dan praktik penghindaran pajak di seluruh dunia termasuk Indonesia.

NERACA

Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, kini pemerintah bisa memanfaatkan data tersebut secara optimal. Belajar dari pengalaman sebelumnya, pemerintah dinilai kurang optimal memanfaatkan data Panama Papers karena bersamaan dengan penerapan program pengampunan pajak atau (tax amnesty).

“Kini pemerintah mendapatkan momentum untuk menindaklanjuti data di Paradise Papers secara tuntas. Untuk itu, diperlukan komitmen yang kuat, dukungan politik yang kuat, peran aktif masyarakat, dan penegakan hukum yang objektif, adil, dan transparan,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (7/11).

Menurut dia, data dan informasi yang diungkap dalam Paradise Papers dapat menjadi salah satu sumber informasi yang dapat ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dia bilang, perlu dilakukan profiling, analisis, dan tindak lanjut yang profesional, kredibel dan transparan, demi memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu sehingga memenuhi rasa keadilan publik.

“Proses seyogianya tetap didasari praduga tak bersalah karena penggunaan tax havens tidak serta-merta merupakan penghindaran pajak yang melawan hukum. Setiap pihak yang namanya terdapat dalam daftar dan kewajibannya sudah ditunaikan berhak mendapatkan rehabilitasi. Namun, setiap tindakan penggelapan pajak yang terbukti dengan sengaja dilakukan adalah tindak pidana yang harus dihukum dan didenda setinggi-tingginya,” tutur dia.

Prastowo mengingatkan, peristiwa ini juga mesti dijadikan pelajaran untuk segera memperkuat Undang-Undang Perpajakan dan aturan teknis lainnya. “Memperbaiki administrasi yang berbasis teknologi informasi, meningkatkan kerja sama, dan kompetensi dan integritas aparatur sehingga mampu menangkal praktik penghindaran pajak, mendukung pemungutan pajak yang efektif, dan mendorong kepatuhan pajak yang tinggi,” ujarnya.

Sebelumnya Menkeu Sri Mulyani Indrawati menegaskan, akan memantau dokumen keuangan yang bocor dalam Paradise Papers. Dokumen surga itu memuat 13,4 juta nama yang diam-diam berinvestasi di luar negeri.

Sri Mulyani mengatakan, bocornya dokumen Paradise Papers akan jadi perhatian pemerintah, jika ditemukan data atas nama warga negara Indonesia (WNI) dalam dokumen tersebut. Oleh karena itu, pihaknya akan memanfaatkan jaringan internasional untuk menelusurinya. ‎”Pada dasarnya, kalau kita melihat dari semua data seperti yang sudah disampaikan, untuk kerja sama internasional dan dalam rangka untuk memerangi,” ujarnya di Kantor Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Senin (6/11).

Nama Tenar Dunia

Dokumen keuangan berskala besar tersebut, jumlahnya mencapai 13,4 juta file bocor ke publik. Bocoran yang dikenal dengan sebutan Paradise Papers (Dokumen Surga) mengungkap skandal bagaimana orang superkaya, termasuk Ratu Elizabeth secara diam-diam berinvestasi di luar negeri, di mana surga pajak (tax haven) berada.

Seperti halnya Panama Papers, dokumen-dokumen tersebut diperoleh surat kabar Jerman Süddeutsche Zeitung, yang kemudian meminta International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) untuk melakukan investigasi secara lebih rinci. Juga media asing lainnya, BBC Panorama dan Guardian termasuk dalam 100 lebih media yang menginvestigasi dokumen-dokumen tersebut.

Sejumlah dokumen yang telah dibocorkan pada Minggu (5/11) itu baru sebagian kecil, yang mengungkap skandal pajak dan keuangan dari ratusan orang dan perusahaan yang namanya disebut dalam data.

Sejumlah pelaku bisnis terbesar di dunia, kepala negara, dan tokoh global dalam bidang politik, hiburan dan olahraga diduga kuat melindungi kekayaan mereka di tempat-tempat rahasia, dengan memanfaatkan tax havens (surga pajak) di sejumlah negara.

Mengutip BBC, Senin (6/11), selain Ratu Elizabeth juga ada juga nama menteri perdagangan dalam kabinet Presiden Donald Trump, Wilbur Ross, yang disebut memiliki saham di perusahaan yang melakukan transaksi dengan pihak Rusia yang dikenai sanksi oleh Amerika Serikat. Presiden Kolombia, Juan Manuel Santos juga ada dalam daftar.

Selain itu, pembantu dekat PM Kanada juga dikaitkan dengan skema offshore yang berpotensi merugikan jutaan dolar uang negara dari pajak. Skandal itu mengancam bakal mempermalukan Justin Trudeau, yang saat kampanye menjanjikan penutupan surga-surga pajak (tax haven).

Stephen Bronfman, yang namanya disebut dalam Paradise Papers, adalah ketua penggalang dana kampanye Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau. Sedangkan seperti dikutip dari Haaretz, nama sejumlah figur dari Indonesia juga masuk di dalamnya.

ICIJ kemudian mengunggah sejumlah laporan awal dari dokumen tersebut dalam laman elektronik mereka offshoreleaks.icij.org. Organisasi itu menyebut, dokumen yang dirilis hanya sebagian kecil dari keseluruhan yang ada. Beberapa pekan mendatang, sebagian besar sisa dokumen akan segera dirilis lewat situs mereka.

Rilis awal dokumen menunjukkan, 120.000 individu dan entitas bisnis itu menggunakan skema finansial kompleks yang dirahasiakan di balik selimut struktur dana perwalian, yayasan, dan perusahan cangkang (front companies). Kini, seluruh dokumen itu membuat sejumlah pihak mempertanyakan transparansi arus finansial para figur yang namanya tercantum dalam Paradise Papers.

Dokumen itu juga memicu munculnya dugaan tax evasion dan tax avoidance yang mungkin dilakukan oleh ke-120.000 individu serta entitas bisnis tersebut. Meski begitu, seperti dikutip dari BBC, sebagian besar transaksi itu tak melanggar hukum. Namun sebuah penyelidikan investigatif terbaru diungkap ke publik baru-baru ini, dengan nama Paradise Papers, penyelidikan tersebut menelisik keterlibatan pebisnis papan atas, pimpinan pemerintahan, tokoh dalam bidang politik, global dan hiburan dalam hal menyembunyikan kekayaan mereka demi menghindari pajak.

Pengungkapan ini juga menyeret beberapa nama orang Indonesia. Dilansir dari laporan bocoran ICIJ, Senin (6/11/2017) setidaknya ada tiga nama yang turut masuk yakni politikus Prabowo Subianto, dan anak mantan Presiden Soeharto, Tommy dan Mamiek Soeharto.

Dalam laporan Paradise Papers seperti dikutip Liputan6.com tersebut disebutkan, pengusaha Tommy dan Mimiek Soeharto sudah membentuk perusahaan cangkang di zona bebas pajak lewat bendera Humpuss Group. Tommy, yang kini menahkodai Humpuss Group, pernah menjabat sebagai direktur dan bos dari Asia Market Investments.

Perusahaan tersebut ternyata memiliki alamat yang sama dengan perusahaan lain yakni V Power Corp. Menurut catatan Securities and Exchange Commision, Tommy memiliki saham di perusahaan mobil mewah Italia Lamborghini di bawah V Power Corp. Lebih lanjut data dari Appleyby, firma hukum di Bermuda, mengungkap adanya kerja sama dari anak perusahaan Humpuss dengan NLD, sebuah perusahaan periklanan billboard Australia.

Menurut laporan setempat pada 1997, perusahaan patungan itu membuat Tommy Suharto dan mitranya dari Australia mendirikan bisnis papan reklame pinggir jalan di Negara Bagian Victoria, Australia, Filipina, Malaysia, Myanmar dan Cina. Perusahaan itu ditutup di Bermuda pada 2003 dan dicatat di Appleby sebagai “pengemplang pajak.”

Sementara Mamiek disebutkan adalah wakil presiden Golden Spike Pasiriaman Ltd dan pemilik dan pimpinan Golden Spike South Sumatra Ltd. Ia menjalankan perusahaan bersama Maher Algadri, eksekutif Kodel Group, salah satu konglomerat terbesar Indonesia di zaman Soeharto. bari/mohar/fba

Sumber: NERACA.CO.ID, 08 November 2017

Komentar Anda