Salah satu faktor yang membuat upaya penaikan tax ratio seperti buah simalakama adalah tuntutan pemberian insentif fiskal untuk mendorong investasi, namun dikhawatirkan menggerus penerimaan pajak.
Bagi Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengaku tidak khawatir pemberian insentif fiskal bakal menggerus penerimaan pajak. Sebab, tambahan pajak bisa diperoleh setelah investasi berjalan.
“Pemerintah tidak kehilangan uang karena industri-industri tidak pernah ada (sebelum insetif perpajakan diberikan). Kita ’relakan’ PPh badan, tapi PPh karyawan, PPN, dan lain-lain tetap dibayar,” kata dia terkait aturan revisi tax holiday dan tax allowanceyang terbit pekan ini.
Terkait dampak pemberian insentif pajak, Yustinus Prastowo menilai hal ini perlu dimaknai sebagai bentuk dukungan pemerintah untuk menumbuhkan sektor-sektor ekonomi baru yang akan menjadi tumpuan penerimaan perpajakan. “Insentif pajak adalah bentuk investasi pemerintah dalam bidang perpajakan di masa kini untuk potensi besar penerimaan negara di masa datang,” tegasnya.
Yustinus lantas mengacu pada Shenzen, kota pusat ekonomi Tiongkok, yang pertumbuhan ekonominya tiga kali lipat dari kota lainnya. Itu berkat insentif pajak. Padahal, lanjut dia, Shenzen dahulu belajar dari Batam dalam membuat kawasan khusus, namun kini Shenzen jauh lebih maju dibandingkan Batam.
“Namun, pemberian insentif pajak prudent. Perlu ada kalkulasi yang matang tentang multiplier effect, daya ungkit, dan kontribusi ekonomi di masa mendatang,” tutur Yustinus.
Adapun Bhima Yudhistira justru menekankan perlunya kaji ulang tax holiday dan tax allowances. Dia menilai, pemerintah tidak perlu mengobral insentif pajak begitu besarnya, karena hal itu bukan menjadi faktor utama keengganan investor datang. Dia lantas merujuk pada hasil survei Ease of Doing Business 2017 yang menyebut bahwa problem pajak yang menghambat adalah proses administrasinya.
“Rata-rata pengusaha di Indonesia dalam setahun menghabiskan waktu 207 jam per tahun untuk urus pajak. Ranking kemudahan membayar pajaknya ada di 114. Saya sarankan semua insentif fiskal dievaluasi total, sebelum obral insentif ke depannya,” tegasnya.
Lagi pula, kata Bhima, percuma pemerintah pusat mengobral insentif kalau di daerah pun pengusaha masih banyak dibebani berbagai pungutan yang tidak jelas. (c01/c02)
Sumber: BERITASATU.COM, 2 April2018