CITAX H1

Pajak Revaluasi Aset BUMN Diusulkan Jadi PMN

151027023bumnSINARHARAPAN.CO | 27 OKTOBER 2015
JAKARTA – Pemerintah disarankan mengonversi beban pajak revaluasi aset sebagai penyertaan modal negara (PMN). Dengan begitu, aliran kas BUMN tidak terganggu dengan aksi yang memang tak direncanakan sebelumnya.
“Memang ada opportunity besar untuk BUMN dari sisi benefit bagi aksi korporasi. Tapi, pajak revaluasi sangat berkaitan dengan cashflow (aliran kas). Ini yang memberatkan,” ucap Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, kepada SH, Selasa (27/10).
Ia pun menilai, skema beban pajak tersebut menjadi PMN lebih masuk akal, meski dari sisi pajak tak ada tambahan penerimaan. “Pemerintah masuk sebagai tambahan modal tanpa setor uang. Jadi, selisih lebih revaluasi dikalikan pajak 3 persen akan menjadi tambahan modal pemerintah ke BUMN,” tuturnya.
PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero)—salah satu BUMN yang menjalankan aksi revaluasi aset—sudah mengusulkan kebijakan pajak revaluasi sebagai PMN. Apalagi, PLN sudah melakukan revaluasi aset sebelum pemerintah merilis paket kebijakan tahap V.
“Pajaknya akan kami ajukan menjadi PMN,” ujar Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir.
Ia menambahkan, besaran PMN yang diajukan PLN tergantung insentif yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu). “Tergantung appraisalnya kan. Kalau 3 persen dari (tambahan aset) Rp 200 triliun, berarti Rp 6 triliun. Kalau Rp 300 triliun, ya Rp 9 triliun,” katanya.
Aset PLN saat ini sekitar Rp 600 triliun. Setelah direvaluasi, diperkirakan nilainya bisa bertambah Rp 200 triliun. “Harapan kami, nilainya bisa Rp 1.000 triliun,” ujar Sofyan.
Ia menyebutkan, transaksi penilaian dari perusahaan jasa penilai (appraisal) sudah hampir rampung secara keseluruhan. Saat ini, prosesnya masuk tahap finalisasi.
“Kalau tahun ini bisa, Kemenkeu sudah sangat maju membantu kita. Dari Kementerian BUMN sudah selesai jadi tinggal pelaksanaannya,” ucapnya.
Revaluasi aset diketahui memang meningkatkan nilai aset sehingga perusahaan akan memiliki struktur permodalan yang lebih baik dengan kemampuan leverage yang lebih tinggi. Selanjutnya, kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bisa meningkat.
PLN adalah salah satu perusahaan yang pernah merevaluasi asetnya pada 2002. Kondisi keuangan PLN pada 2000 cukup mengkhawatirkan. BUMN ini mencatatkan rugi bersih Rp 22 triliun.
Saat itu, PLN sempat meminta bantuan pemerintah agar menyuntikkan modal. Namun, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian saat itu, Rizal Ramli, menolak dan mengambil langkah revaluasi aset.
Setelah revaluasi, aset PLN meningkat hampir tiga kali lipat menjadi Rp 214 triliun dari sebelumnya Rp 80 triliun. Empat tahun setelah revaluasi, PLN akhirnya membalikkan keadaan dari rugi menjadi membukukan untung Rp 2 triliun. Tahun lalu, PLN mencatatkan laba bersih hingga Rp 11,7 triliun.
Penambahan aset akibat revaluasi kala itu mencapai Rp 137, 6 triliun dan PPh final atas revaluasi yang dikenakan Rp11 triliun. PLN mencicilnya selama lima tahun.
Program insentif perpajakan berupa pengurangan PPh atas revaluasi masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi V yang dirilis pemerintah. Kebijakan revaluasi aset ini memberikan insentif pajak berupa potongan PPh untuk BUMN maupun perusahaan swasta yang berlaku hingga akhir 2016.
Revaluasi aset normalnya dikenakan tarif 10 persen, namun dalam paket ini ada insentif potongan. Rincian potongan tersebut, yakni revaluasi aset hingga 31 Desember 2015 tarif PPh-nya 3 persen. Selanjutnya, jika merevaluasi aset pada 1 Januari-30 Juni 2016, tarif PPh 4 persen. Apabila revaluasi aset dilakukan 1 Juli-31 Desember 2016, tarif PPh yang dikenakan 6 persen.

 

Komentar Anda