CITAX Headline

‘Paradise Papers’, Tommy, Mamiek, dan Prabowo Hindari Pajak?

Kehebohan dugaan penghindaran pajak yang diduga melibatkan nama-nama besar di tanah air kembali mencuat. Setelah tahun lalu dihebohkan dengan kasus ‘Panama Papers’, kini publik kembali dikejutkan oleh kemunculan dokumen ‘Paradise Papers‘.

Bocoran dokumen ‘Paradise Papers’ mengungkapkan bagaiamana orang-orang super kaya di Indoesia, seperti Prabowo Subianto, Tommy Suharto dan Mamiek Suharto diduga diam – diam memiliki investasi di luar negeri, di tempat yang selama ini dikenal sebagai surga pajak. Baik Tommy, Mamiek, dan Prabowo merupakan bagian dari Keluarga Cendana. Istilah yang merujuk pada keluarga Presiden Kedua Republik Indonesia, HM Soeharto yang berkuasa sejak 1967 – 1998.

Tak hanya tokoh – tokoh besar tanah air, dokumen ‘Paradise Papers’ mengungkap nama – nama besar di dunia internasional. Seperti Ratu Elizabeth di Inggris, Menteri Perdagangan di pemerintahan Donald Trump, dan lain – lain.

Bocoran dokumen yang disebut ‘Paradise Papers’ tersebut mencakup 13,4 juta dokumen, sebagian besar berasal dari satu perusahaan keuangan luar negeri. Seperti halnya Panama Papers tahun lalu, dokumen diperoleh oleh surat kabar Jerman Süddeutsche Zeitung, yang kemudian meminta International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) atau Konsorsium Jurnalis Investigatif untuk melakukan penyelidikan.

Tommy, yang merupakan pimpinan Humpuss Group, pernah menjadi direktur dan bos dewan Asia Market Investment, perusahaan yang terdaftar di Bermuda pada 1997 dan ditutup pada tahun 2000.

Dalam catatan ICIJ, terdapat alamat yang sama untuk Asia Market dan V Power, perusahaan yang terdaftar di Bahama dan dimiliki Tommy Suharto dan memiliki saham di perusahaan mobil mewah Italia Lamborghini, menurut catatan Securities and Exchange Commision.

Menurut data Appleyby, firma hukum di Bermuda, ada sebuah informasi menyangkut keberaaaan perusahaan patungan di Bermuda antara cabang Humpuss dan NLD, perusahaan iklan Australia. Menurut laporan setempat pada 1997, perusahaan patungan itu membuat Tommy Suharto dan mitranya dari Australia mendirikan bisnis papan reklame pinggir jalan di Negara Bagian Victoria, Australia, Filipina, Malaysia, Myanmar dan Cina. Perusahaan itu ditutup di Bermuda pada 2003 dan dicatat di Appleby sebagai “pengemplang pajak.”

Sementara saudara Tommy, Mamiek disebutkan adalah wakil presiden Golden Spike Pasiriaman Ltd dan pemilik dan pimpinan Golden Spike South Sumatra Ltd, bersama Maher Algadri, eksekutif Kodel Group, salah satu konglomerat terbesar Indonesia zaman Suharto, menurut Forbes. Dua perusahaan ini tercatat di Bermuda pada 1990 dan sekarang sudah ditutup.

Adapun Prabowo Subianto, dalam dokumen tersebut, disebutkan pernah menjadi direktur dan wakil pimpinan Nusantara Energy Resources yang berkantor di Bermuda. Perusahaan yang terdaftar pada 2001 ini tercatat sebagai ‘penunggak utang’, dan ditutup pada 2004. Perusahaan di Singapura yang namanya juga Nusantara Energy Resources kini adalah bagian dari Nusantara Group, dan sebagian dimiliki oleh Prabowo.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, saat dihubungi Suara.com, Senin (6/11/2017), mengatakan bahwa fenomena ‘Paradise Papers’ adalah puncak gunung es yang selama ini sudah diduga dilakukan oleh banyak orang – orang super kaya.

“Ini yang sekarang terjadi. Makanya pemerintah harus melakukan penguatan sistem supaya praktik – praktik seperti ini tidak berlanjut,” kata Yustinus.

Ia mengkritik respon pemerintah yang selama ini minim dalam melakukan tindak lanjut terhadap praktik – praktik yang pernah diungkapan oleh ‘Panama Papers’ dan sekarang ‘Paradise Papers’. Akibatnya, kemunculan dokumen – dokumen tersebut tidak berdampak apa – apa bagi optimalisasi penerimaan perpajakan Indonesia.

“Tida ada efek yang kuat untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan di Indonesia,” ujarnya.

Sumber: SUARA.COM, 06 November 2017

Komentar Anda