CITAX H2

Pemerintah Perlu Hati-hati Kenai Pajak e-Commerce

Pemerintah segera mengatur pajak untuk perusahaan rintisan (startup) dan e-commerce. Aturan tersebut rencananya akan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang terbit pekan depan.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, langkah pemerintah tersebut layak diapresiasi. Aturan tersebut diharapkan mampu menangkap dinamika bisnis yang sangat cepat, padat modal, dan sensitif terhadap regulasi.

Namun menurutnya, pemerintah perlu lebih hati-hati agar kebijakan yang diambil tidak menakutkan (discouraged) para pelaku
e-commerce. Pemerintah juga perlu identifikasi dan klasifikasi yang jelas terkait model dan skala bisnis yang ada.

“Pelaku
startup seyogianya mendapat perlakuan berbeda (insentif), agar dapat tumbuh kembang dengan baik, difasilitasi, dan terus dijaga agar kelak dapat berkontribusi maksimal bagi negara,” ujar Prastowo dalam keterangan resminya, Rabu (4/10).

Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah dapat fokus pada registrasi, yakni pendataan dan pendaftaran para pelaku agar menjadi wajib pajak melalui skema bentuk usaha tetap dan/atau pengusaha kena pajak. Adapun domain kewenangan tersebut ada di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

“Saat registrasi mereka sekaligus ditetapkan sebagai wajib pajak dan/atau pengusaha kena pajak sesuai kondisi. Hal ini untuk menciptakan keadilan antara pelaku domestik dan yang berdomisili di luar negeri harus diciptakan
equal playing field dengan kebijakan yang menjamin perlakuan setara. Maka koordinasi Kominfo dan DJP menjadi sangat penting,” jelasnya.

Prastowo juga menjelaskan, jenis pajak yang dapat dipungut adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi penjualan barang dan jasa kena pajak. Untuk memudahkan administrasi, dapat diusulkan pengenaan PPN dengan nilai lain atau tarif efektif sehingga lebih sederhana dan mudah.

“Pemerintah memperhatikan para pelaku bisnis rintisan (startup) agar dapat diberi insentif untuk tumbuh dan tidak ter-
encourage dibandingkan pelaku bisnis konvensional. Migrasi model bisnis ke medium lain juga perlu diantisipasi, misalnya media sosial, sehingga perlu diatur agar tidak menimbulkan dampak buruk,” kata dia.

Pemerintah juga perlu mencari skema yang paling efektif, termasuk administrasi yang mudah dan murah. Tujuannta agar bisnis e-commerce dapat berkembang lebih baik.

 

“Maka komparasi dengan negara lain menjadi penting, termasuk mendengarkan suara para pelaku usaha. Aturan baru seyogianya tidak ambisius untuk mengejar potensi pajak dalam jangka pendek, namun menciptakan kepastian dan ruang pertumbuhan bisnis yang baik agar kelak kita dapat memetik hasil yang semakin besar,” tambahnya.

Sumber: Kumparan.com, 04 Oktober 2017

Komentar Anda