Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, menganggap penilaian terhadap keberhasilan atau kegagalan program pengampunan pajak masih terlalu dini. Sebab program ini baru berakhir kurang dari setahun.
“Memang perlu ada tindak lanjut. Sebab data yang dilaporkan sepanjang pelaksanaan tax amnesty, lebih banyak harta di dalam negeri yang selama ini tidak pernah dilaporkan,” kata Yustinus saat dihubungi oleh Suara.com, Senin (6/11/2017).
Selain itu, pemberlakuan UU Tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan baru efektif berlaku mulai tahun 2018. Dengan demikian, akses itu baru bisa dilakukan tahun depan. “Tentu saja tindak lanjutnya akan lebih aktif baru tahun depan,” ujarnya.
Terkait skandal ‘Panama Papers’ dan ‘Paradise Papers‘, Yustinus menegaskan Direktorat Jenderal Pajak sah secara hukum untuk menggunakan kedua dokumen tersebut sebagai sumber informasi. Tinggal ditindak lanjuti dengan konfirmasi pertukaran informasi melalui kerjasama internasional melalui perjanjian antar negara.
“Ini bisa menjadi data awal untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, kehebohan dugaan penghindaran pajak yang diduga melibatkan nama-nama besar di tanah air kembali mencuat. Setelah tahun lalu dihebohkan dengan kasus ‘Panama Papers’, kini publik kembali dikejutkan oleh kemunculan dokumen ‘Paradise Papers’.
Bocoran dokumen ‘Paradise Papers’ mengungkapkan bagaiamana orang-orang super kaya di Indoesia, seperti Prabowo Subianto, Tommy Suharto dan Mamiek Suharto diduga diam – diam memiliki investasi di luar negeri, di tempat yang selama ini dikenal sebagai surga pajak. Baik Tommy, Mamiek, dan Prabowo merupakan bagian dari Keluarga Cendana. Istilah yang merujuk pada keluarga Presiden Kedua Republik Indonesia, HM Soeharto yang berkuasa sejak 1967 – 1998.
Sumber: SUARA.COM, 06 November 2017