Siaran Pers

Siaran Pers CITA “RAPBN 2019: Membangun Politik Anggaran Berparas Humanis”

Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA)
Siaran Pers, 16 Agustus 2018
RAPBN 2019: Membangun Politik Anggaran Berparas Humanis

Presiden Joko Widodo hari ini menyampaikan Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2019 beserta Nota Keuangannya di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat RI. RAPBN 2019 disampaikan di tengah situasi ekonomi yang menghadapi berbagai tantangan dan tekanan, namun tetap memancarkan optimisme dan harapan akan pencapaian yang lebih baik. Terhadap RUU APBN dan Nota Keuangan yang disampaikan, kami menyampaikan beberapa hal berikut.

1. Ke depan, banyak tantangan makroekonomi yang akan dihadapi negeri ini. Normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat masih menjadi ancaman bagi Rupiah. Di sisi lain, kenaikan harga minyak dan ancaman perang dagang akan menambah beban defisit berjalan. Oleh karenanya, dalam RAPBN 2019 pemerintah perlu menyusun anggaran yang mampu mendorong stabilitas rupiah dengan menjaga defisit APBN, namun juga harus menciptakan optimisme ekonomi di masa mendatang, di samping perlunya melanjutkan kebijakan “pro poor” yang selama ini mampu mengurangi kemiskinan maupun kesenjangan secara efektif. Lugasnya, seraya tetap optimistik, kita harus terus waspada atas dinamika ekonomi yang terjadi.

2. Indikator ekonomi makro RAPBN 2019 cukup realistis, moderat, dan mengakui adanya tantangan. Pertumbuhan ekonomi 5,3%, inflasi 3,5%, nilai tukar Rp 14.400, suku bunga SPN 5,3%, harga minyak USD 70/barrel, lifting minyak 750 ribu barrel/hari. APBN juga semakin sehat dengan target defisit membaik dari 2,59% (2015) menjadi 1,84% (2019) dan keseimbangan primer dari (Rp 142,5 triliun) pada 2015 menjadi (Rp 21,7 triliun) di 2019. Pendapatan negara dipatok Rp 2,142 triliun terdiri dari pendapatan perpajakan Rp 1,781 triliun. Belanja Pusat Rp 1.607,3 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa Rp 832,3 triliun atau naik 9% dari Rp 763,6 triliun (2018).

3. Peran APBN dalam menghadapi tantangan ekonomi juga terlihat dari sisi pengeluaran. Untuk mendorong ekspor, RAPBN 2019 memprioritaskan untuk percepatan dan perbaikan kualitas infrastruktur terutama yang mampu meningkatkan konektivitas wilayah-wilayah di Indonesia. Belanja infrastruktur mencapai Rp 420,5 triliun, meningkat dari Rp 410,4 triliun (2018). Agar mampu meningkatkan efektivitas dalam mendorong perekonomian, Pemerintah melakukan peningkatan efektivitas dan efisiensi belanja prioritas dalam APBN 2019. Hal ini dilakukan dengan menghemat belanja barang untuk penguatan belanja produktif yang memiliki daya ungkit yang tinggi terhadap perekonomian.

4. Melalui RAPBN 2019 pemerintah melanjutkan kebijakan yang “pro poor”. Dalam RAPBN 2019, warna keberpihakan pemerintah terhadap pentingnya pembangunan manusia (visi humanistik) terlihat jelas. Melalui Program Indonesia Pintar, sebanyak 20,1 juta siswa menjadi penerima Kartu Indonesia Pintar, Bantuan Operasional Sekolah, dan penguatan pendidikan vokasi. Untuk pendidikan vokasi, alokasi belanja mencapai Rp 17,2 triliun atau 4 kali lipat dibanding anggaran 2014, dan tax expenditure untuk pendidikan vokasi mencapai Rp 18 triliun. Beasiswa bidik misi menyasar 471,8 ribu mahasiswa ditambah program LPDP untuk jenjang lebih tinggi.

Pemerintah juga memberikan jaminan perlindungan sosial khususnya bagi 40% penduduk termiskin sebesar Rp 381 triliun atau naik 31,9% dari outlook 2018 sebesar Rp 287 triliun. Dalam RAPBN 2019 Pemerintah menargetkan jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN menuju ke 96,8 juta jiwa. Selain itu, dalam RAPBN 2019 pemerintah memperkuat Program Keluarga Harapan serta meningkatan jumlah sasaran Bantuan Pangan non-tunai. Pemberian insentif bagi usaha kecil juga diberikan dalam bentuk insentif pajak berupa tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% serta fasilitas kredit usaha rakyat.

5. Untuk pertama kalinya Pendapatan Negara ditargetkan tembus dari Rp2.000 triliun. Namun, optimisme ini dibangun di atas target-target realistis dalam APBN agar defisit APBN tetap terjaga, sehingga memberi pondasi yang cukup baik untuk kesinambungan pembangunan. Peranan penerimaan perpajakan dalam APBN juga semakin signifikan, yaitu naik dari 74% di tahun 2014 menjadi 83,1% pada 2019. Penerimaan perpajakan dipatok Rp 1.781 triliun dengan rincian penerimaan pajak Rp 1.572,4 triliun, penerimaan kepabeanan dan cukai Rp 208,6 triliun. Sedangkan penerimaan PNBP sebesar Rp 361,1 triliun.

Dalam RAPBN 2019, narasi kebijakan juga lebih jelas, rinci, dan terukur. Paradigma menjaga keseimbangan peran pajak antara budgetair (mengisi kas negara) dan regulerend (instrumen kebijakan) semakin jelas. Target penerimaan pajak hanya naik 15,39% – 16,68% dari proyeksi kami atas realisasi penerimaan pajak pada APBN 2018, yakni 94,6%-95,6% dari target tanpa melakukan perubahan APBN. Target ini lebih realistis melihat kemajuan reformasi perpajakan yang berjalan telah memberikan hasil positif bagi kinerja DJP, termasuk peningkatan kepatuhan pajak pasca amnesti, perbaikan kualitas pelayanan, pemeriksaan yang lebih kredibel dan fair, pemanfaatan informasi/data keuangan dari Automatic Exchange of Information (AEoI) serta insentif yang lebih terukur dan tepat sasaran.

6. Menurut kami, perlu fokus dan prioritas yang lebih baik agar harapan masyarakat akan sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan akuntabel dapat segera tercapai. Kepastian revisi UU Perpajakan (UU KUP, UU PPh, dan UU PPN) perlu disampaikan, termasuk penurunan tarif pajak, simplifikasi administrasi dan sengketa, transformasi kelembagaan menjadi badan semi-otonom, dan perlindungan hukum bagi fiskus.

Selain pajak, target penerimaan negara lain seperti cukai juga dipatok secara realistis. Jika dibandingkan dengan outlook 2018, kenaikan target penerimaan cukai naik sebesar 6,5%. Pemerintah tinggal konsisten menjalankan kebijakan eksisting seperti PMK-146/2017, agar hasilnya lebih optimal dan menjamin kepastian usaha.

Kebijakan kepabeanan juga semakin menunjukkan keseimbangan peran, antara revenue collection dan trade facilitator, industrial assistance, community protector melalui kemudahan layanan, simplifikasi administrasi, perbaikan dwelling time, optimalisasi Pusat Logistik Berikat, dan penerbitan importir berisiko tinggi.

Lahirnya UU PNBP yang baru juga akan berdampak signifikan untuk meningkatkan pendapatan negara karena adanya kepastian hukum, simplifikasi administrasi, transparansi pemungutan, dan akuntabilitas pengelolaan.

Demikian disampaikan untuk dapat disebarluaskan sebagai bagian keterlibatan dan pengawasan publik terhadap pelaksanaan APBN agar mencapai tujuan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk itu diperlukan kerja sama, komitmen, konsistensi, dan persistensi segenap anak bangsa.

Salam hangat,

Yustinus Prastowo
Direktur Eksekutif

CP: Erlin (HP 0821 44139098)

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *