RMOL. Pengelolaan sumber daya alam Papua masih sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Papua. Dengan pertimbangan ini, iklim investasi perlu dijaga dengan baik, sebagaimana penurunan investasi juga dapat berdampak pada tingkat pendapatan daerah.
Harus diciptakan sinergi penanganan faktor-faktor penghambat, yang kemudian akan mampu mendorong iklim investasi menjadi lebih kondusif.
Demikian antara lain kesimpulan diskusi yang diisi oleh sejumlah pakar dan akademisi dalam rangka Dies Natalis ke-55 di Universitas Cendrawasih Jayapura.
Dalam diskusi tersebut, Rektor Uncen, Dr. Apolo Safanpo menekankan pentingnya sinergi seluruh pemangku kepentingan untuk dapat mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif bagi pengembangan potensi SDA Papua sehingga dapat memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
“Diperlukan pemahaman atas prospek dan potensi sumber daya alam, keselarasan regulasi atas investasi dalam kerangka kepastian hukum, kepastian fiskal, hingga stabilitas bisnis dan investasi,” ujar Apolo.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia yang juga Wakil Ketua Umum Indonesia Mining Institute, Hendra Sinadia menyampaikan perlunya penyelarasan regulasi pusat dan daerah dalam kerangka kepastian hukum untuk mendorong investasi di Papua.
“Terlepas hasil survei yang menunjukkan potensi pertambangan di Papua cukup besar, namun minat investasinya tergolong rendah. Regulasi yang kurang mendukung serta kepastian hukum yang rendah diidentifikasi sebagai sejumlah faktor yang mendorong rendahnya minat investasi di sektor ini,” terangnya.
Sektor pertambangan yang padat modal menempatkan investasinya dalam jangka waktu yang sangat panjang, sehingga regulasi yang mengatur perlu memiliki pandangan yang juga berjangka panjang. Hendra berharap ada kepastian investasi yang lebih jelas, agar minat berinvestasi di Papua bisa direalisasikan. “Saat ini para pengusaha dalam posisi wait and see apalagi setelah ada ketidakpastian dari investasi besar yang dilakukan PT Freeport di Timika,” ujar Hendra.
Pengamat perpajakan dan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo melihat kebijakan fiskal dan perpajakan banyak yang tidak sinkron. Akibatnya banyak yang membingungkan pengusaha. Salah satunya di bumi Cendrawasih, Papua.
Menurutnya, Papua mempunyai potensi sumber daya alam yang sangat besar dan membutuhkan tata kelola yang baik. Terutama kebijakan fiskal yang mendukung bagi daya tarik investasi, termasuk memberikan kepastian hukum.
“Apa yang sekarang absen dari kebijakan fiskal adalah norma besar yang menjadi payung bagi seluruh proses bisnis dalam sektor pertambangan, khususnya yang ada di Papua ini. Kita membutuhkan suatu regulasi yang konsisten,” jelas Yustinus.
Besarnya pendapatan yang diperoleh Pemerintah Daerah sangat bergantung terhadap kinerja penerimaan pada Pemerintah Pusat. Situasi ini mendorong Pemda untuk berupaya keras dalam meningkatkan penerimaannya melalui sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bagaimana pun juga, kata dia, perlu kehati-hatian yang tinggi untuk memastikan bahwa peningkatan penerimaan PAD patut memperhatikan kepastian pajak (tax certainty) serta tetap mengindahkan asas dan praktik pemungutan pajak yang dilakukan secara baik dan adil.
Dalam praktik di lapangan, ia menyebut sejumlah upaya meningkatkan PAD berdampak pada kepastian pajak. Salah satunya melalui penerbitan Perda yang tidak dilandasi dengan dasar hukum kuat sehingga membebankan dunia usaha.
“Sementara jika kita bicara pertumbuhan ekonomi Papua tidak lepas dari kontribusi signifikan sektor Pertambangan,” lanjutnya.
Menurut data 2016, urai dia, sektor pertambangan dan penggalian berkontribusi paling tinggi yakni 36 persen dibandingkan sektor-sektor ekonomi lainnya.
“Kalau kita ingin menarik investasi, maka semua persoalan itu harus bisa segera diselesaikan,” ujar Yustinus.
Peneliti muda Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Dandy Rafitrandi menyampaikan hasil pengamatan trend dari tahun 2015, bahwa dalam konteks perekonomian saat ini, investasi, terutama investasi asing langsung (foreign direct investment) yang berjangka panjang diposisikan sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian yang stabil dan berkelanjutan dibandingkan dengan elemen lainnya.
Menurut Dandy, pemerintah perlu menangani berbagai hambatan investasi yang ada untuk memastikan kemanfaatan investasi sebesar-besarnya ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat.
Alih-alih menerbitkan terlalu banyak kebijakan yang saling tumpang tindih dan implementasinya kurang selaras, justru kata dia, pemerintah perlu mengambil pendekatan yang lebih fasilitatif dalam memperbaiki iklim investasi demi mendorong tercapainya pertumbuhan perekonomian yang lebih baik.[wid]
Sumber: RMOL.CO, 29 November 2018