Republika.co.id | 09 November 2014
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden Joko Widodo diminta serius menangani masalah perpajakan yang masih belum terurai.
Baik persoalan administrasi maupun masalah hukum yang menyebabkan negara kehilangan pendapatan pajak yang diterima dari perusahaan swasta terkait masalah tarik ulur masalah hukumnya.
“Pemerintah harus betul-betul memiliki komitmen untuk terus menerus menegakan hukum persoalan perpajakan,” kata Metta Dharmasaputra Chif Editor Katadata, di Warung Daun Cikini Minggu (9/11).
Menurut Metta kasus keberatan pajak perusahaan Asian Agri Grup yang berujung pada pemidanaan Manejer Pajak Asian Agri Suwir Laut merupakan kasus pengemplang pajak yang terbesar sepanjang sejarah.
Untuk itu Jokowi perlu mengeluarkan terobosan-terobosan untuk mengatasi persoalan pelik tentang perpajakan.Pasalnya masih banyak kasus yang serupa dengan kasus Asian Agri.
”Asian Agri Grup masih banyak kasus perpajakan yang masih muncul di negeri ini,” ujarnya.
Untuk mengatasi persoalan pajak yang harus dilakukan Presiden Jokowi, kata Metta Dirjen Pajak mesti langsung dipilih oleh presiden bukan oleh menteri keuangan yang selama ini selalu dilakukan dalam memilih orang nomor satu di Direktorat Jenderal Pajak.
“Dirjen Pajak yang akan dipilih 1 Desember nanti memiliki integritas dan keberanian untuk mengusut kasus-kasus besar di Indonesia. Ini momentum penting agar kasus pajak bisa diselesaikan dengan baik di negeri ini,” katanya.
Dirjen Pajak harus dipilih langsung oleh Presiden Jokowi juga disampaikan Praktisi Perpajakan Prastowo. Karena kata dia, besar kecilnya pendapatan dari sektor pajak menjadi tanggungjawab presiden sebagai kepala pemerintah dan kepala negara.
“Karena penerimaan pajak bebannya presiden ini jadi portofolionya presiden, maka presiden yang harus menentukan. Menteri Keuangan hanya membantu menyeleksi,” katanya.