Pengamat Pajak sekaligus Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengomentari rentetan kasus yang terjadi pada Direktorat Jenderal Bea Cukai. Dia menyebut instansi di bawah komando Menteri Keuangan Sri Mulyani itu seperti berada di kursi pesakitan.
“Otoritas kepabeanan bak berada di kursi pesakitan,” kata Fajry dalam keterangan resminya, Rabu (8/5).
Fajry mengatakan, selama dua pekan terakhir Bea Cukai dihakimi karena dianggap menyulitkan masyarakat yang keluar masuk Indonesia. Prosedur ekspor-impor serta aturan mengenai barang bawaan, barang kiriman, atau barang hibah turut mendapat sorotan tajam.
Viralnya Bea Cukai bermula ketika penerapan denda yang lebih besar dari nilai barang dalam kasus sepatu impor, terjadinya keterlambatan penerimaan dan kerusakan sebuah mainan action figure milik influencer Medy Renaldy. Serta alat bantu belajar tunanetra berstatus hibah untuk SLB-A Tingkat Nasional yang tertahan selama dua tahun di Bea Cukai.
“Beragam isu ini memicu tumbuhnya sentimen negatif yang lebih besar terhadap Bea Cukai. Padahal citra otoritas kepabeanan belum sepenuhnya pulih setelah Eko Darmanto (ED) dan Andhi Pramono (AP) ditahan dalam perkara korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU),” ungkap Fajry.
Fajry melihat kritik publik terhadap otoritas kepabeanan sebagian besar dapat diterima. Menurutnya, kritik diperlukan untuk membangun birokrasi yang lebih baik. Ia menekankan, kritik publik juga harus proporsional. Otoritas kepabeanan memiliki peran besar dalam ekonomi terkait arus barang antar yurisdiksi.
Lebih lanjut, Fajry menyebut masyarakat salah, jika melihat otoritas kepabeanan hanya sebagai revenue collector, yakni mengoptimalkan penerimaan negara.
“Betul, dalam hukum terdapat adagium Ignorantia juris non excusat yang artinya ketidaktahuan akan hukum tidak membenarkan siapa pun. Namun otoritas wajib melakukan sosialisasi,” tuturnya.
Kemudian, Fajry juga meminta pemerintah perlu mengevaluasi tarif terkait PDRI, terutama besaran tarif PPh 22 Impor yang naik drastis dalam satu dekade terakhir, serta tarif bea masuk atas beberapa produk yang naik dalam beberapa waktu terakhir.
“Koordinasi antar kementerian dan lembaga menjadi penting. Sebab, ketentuan barang kiriman tidak hanya ranah otoritas kepabeanan, tapi juga Kementerian Perdagangan maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM,” pungkasnya.
Sumber: https://kumparan.com/kumparanbisnis/banyak-kasus-viral-bea-cukai-tarif-pajak-impor-and-bea-masuk-perlu-dievaluasi-22hMXBy1Kmd/full