CATATAN ATAS RAPBN 2016 – KEBIJAKAN PERPAJAKAN
Berikut ini saya sampaikan pandangan dan catatan thd RAPBN 2016 khususnya terkait pendapatan negara dari sektor perpajakan:
1) secara umum rapbn 2016 formatnya lebih baik, informatif dan alurnya lbh mudah dipahami. Khusus bagian pendapatan negara, penyajian jg lbh detail, menggunakan tabel2, dan rencana kebijakan memuat hal2 yg relatif baru.
2) target pendapatan perpajakan 2016 sebesar Rp 1.565 T naik 5.1% atau khusus pajak Rp 1.357 T atau naik 4.8%, agaknya pemerintah lebih realistis. Perlambatan ekonomi mempengaruhi penerimaan pajak jelas terlihat dr turunnya target PPN.
3) hal yg bbrp kali disebut dan agaknya akan jd spirit kebijakan fiskal 2016 adl pemanfaatan instrumen fiskal (trmsk pajak) utk stimulus ekonomi, menjaga iklim investasi. Konsekuensinya pemungutan pajak yg eksesif tdk jd pilihan. Moderasi ini penting dijalankan secara konsisten.
4) dlm situasi sepeti ini perlu kreativitas pemungutan pajak, lbh fokus dan prioritas agar kebijakan pemungutan tdk justru kontradiktif thd upaya stabilitasi ekonomi, melalui penggalian potensi hard to tax sector yg tdk mengganggu perekonomian.
5) catatan per jenis pajak, meski msh bergantung PPh, turunnya persentase penerimaan PPh OP mengejutkan krn sektor ini potensial utk ekstensifikasi dan intensifikasi. Maka target dan potensi PPh OP nonkaryawan sebaiknya bisa dinaikkan
6) PPN target turun memang realistis tapi melalui penerapan e faktur dan ekstensifikasi PKP baru, PPN msh bs dioptimalkan. Hal yg justru agak aneh, bbrp kebijakan anti international tax avoidance, tdk dimunculkan padahal penting.
7) cukai, target dinaikkan tapi sebaiknya diperhatikan bahwa cukai tdk sekedar alat penerimaan tetapi utk mengatur konsumsi. Jangan sampai kenaikan cukai tak memperhatikan kondisi spesifik dan justru kontraproduktif dg upaya pembatasan konsumsi dan menimbulkan dampak gangguan lain. Sebaiknya penambahan objek cukai segera direalisasikan, di samping penyederhanaan tarif agar menjamin keadilan dan menekan penghindaran cukai.
8) meski secara umum sdh lbh bagus, tetap perlu dibuat terobosan dan dibuat lebih detail agar pelaksanaannya konsisten dan dapat dipantau secara transparan dan akuntabel. Beberapa hal blm disebut seperti rencana transformasi kelembagaan DJP menjadi badan, koordinasi yg konkret antarinstansi pemerintahdan penegak hukum, skenario menghitung tax gap, dan revisi UU PPh dan PPN.
9) yg harus diperhatikan, meski kenaikan penerimaan pajak hanya 63 T, tp krn realisasi 2015 akan rendah, hanya sekitar 1035 T, maka kenaikan riil 2016 thd realisasi 2015 mencapai 321 T. Cukup besar dan butuh extra effort, terutama kepemimpinan yg baik, kredibel, dan solid.
10) pemerintah hrs mulai memikirkan skenario jangka menengah utk menjamin tercapainya penerimaan pajak yg optimal dan sustain sbg sumber pembiayaan pembangunan, antara lain menjaga keseimbangan hak dan kewajiban Fiskus dan sajib pajak, dan pemenuhan hak-hak wajib pajak atas insentif dan fasilitas perpajakan sesuai UU.
11) Kebijakan menggeser lokus fiskal ke daerah adl hal positif dalam rangka meningkatkan kualitas belanja pemerintah, namun harus diikuti desain arsitektur fiskal dlm konteks penataan ulang otonomi, agar ada keseragaman kebijakan, persamaan perlakuan, dan kepastian bagi pelaku usaha dan masyarakat.
Demikian cacatan dan pandangan ini dibuat demi perbaikan untuk Indonesia yang lebih baik.
Salam hormat,
Yustinus Prastowo
Direktur Eksekutif CITA