CITAX H1

Diskon PPh 21 Terganjal UU

151119039ilustrasiPajaklagiSINARHARAPAN.CO | 19 NOVEMBER 2015

 

JAKARTA  – Pemerintah masih melakukan kajian untuk mengeluarkan insentif penurunan tarif pajak penghasilan Pasal 21 (PPh) atas gaji, tunjangan, upah, dan hasil pekerjaan lainnya. Sedianya, insentif ini dimasukkan dalam paket kebijakan ekonomi ketujuh yang sebentar lagi keluar.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan, insentif pajak bagi para pekerja memang sudah lama ditunggu untuk menggenjot daya beli. Menurutnya, ada dua skema yang paling memungkinkan digunakan pemerintah untuk memberikan insentif pajak kepada pekerja.
Pertama dengan menaikkan kembali batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Kedua dengan memberlakukan pajak penghasilan ditanggung pemerintah (DTP).
“Kalau memotong tarif pajak, dirjen (direktur jenderal) atau menteri sekalipun nggak bisa seenaknya melakukan. Ini karena harus mengubah undang-undang (UU) yang mengatur tariff PPh jadi lebih ribet,” tuturnya kepada SH di Jakarta, Kamis (19/11).
Ia menilai, kedua opsi di atas paling pas dibandingkan menurunkan tarif pajak. Pemerintah sebelumnya sudah menaikkan batasan PTKP dari Rp 24 juta per tahun menjadi Rp 36 juta per tahun.
Melalui kebijakan ini, karyawan yang memiliki penghasilan Rp 3 juta per bulan tidak dikenakan pajak penghasilan. Lantaran kebijakan ini sudah dijalankan, yang paling memungkinkan saat ini adalah DTP.
“Kalau saya cenderung pilih PPh ditanggung pemerintah (DTP) untuk pekerja di sektor tertentu. Tapi, karena tak ada dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, ya mungkin bisa dimasukkan dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2016,” ucapnya.
Skema DTP pernah dipakai pemerintah saat krisis 2009. Saat itu, stimulus fiskal ini diberikan kepada pekerja di beberapa sektor tertentu, seperti pertanian, usaha perikanan, dan usaha industri pengolahan. Kebijakan pajak penghasilan ditanggung pemerintah ini hanya diberlakukan selama 11 bulan pada periode Februari-Desember.
Saat ini, besaran tarif PPh 21 ditentukan berdasarkan penghasilan tahunan wajib pajak. Rentang tarifnya 5-30 persen. Tarif 5 persen dikenakan kepada wajib pajak dengan penghasilan tahunan sampai Rp 50 juta. Namun, belum lama ini, pemerintah membebaskan pajak penghasilan bagi pegawai dengan penghasilan Rp 36 juta per tahun.
Sementara itu, tarif 30 persen dikenakan bagi wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500 juta. Wajib pajak yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) pun dikenai tarif 20 persen lebih tinggi.
Tingkatkan Daya Beli
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, pemerintah sejauh ini masih mengkaji guna mengeluarkan insentif penurunan tarif PPh bagi pekerja di sektor tertentu. Menurutnya, penurunan tarif PPh Pasal 21 tersebut diperlukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Hal ini sekaligus melengkapi kebijakan penaikan batas PTKP menjadi Rp 3 juta per bulan yang sudah diterapkan. Dengan memangkas tarif, seorang pekerja diharapkan memiliki pendapatan lebih.
“Tapi, ini masih perlu rapat lagi, kami kaji lagi. Dalam situasi begini, kalau ada (insentif) yang lain, itu bisa lebih bagus. Ini juga untuk membantu korporasi,” ujar Darmin.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sudah menerima usulan menurunkan tarif PPh 21. “Usulannya sudah masuk, sekarang sedang kami kaji,” ucap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak; Mekar Satria Utama.
“Saya belum bisa menjelaskan karena masih akan dilihat di mananya (golongan penghasilan). Semuanya masih dipertimbangkan dan dikaji,” ujarnya lagi.  (*)

Sumber : Sinar Harapan

Komentar Anda