CITAX H1

Gijzeling tak efektif mendongkrak pajak 2016

KONTAN.CO.ID | 21 Desember 2016

Menko Perekonomian Darmin Nasution (kedua kiri), Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (kedua kanan), Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi (kiri), dan Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi (kanan) berbincang seusai rapat perdana Tim Refo

JAKARTA. Upaya pemerintah yang gencar melakukan penindakan hukum alias law enforcement terhadap penunggak pajak belum terlihat efektif sampai jelang penutupan tahun ini. Terutama, jika tujuannya untuk mendorong penerimaan pajak tahun 2016.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation and Analysis (CITA) Yustinus Prastowo. Menurutnya, apalagi jika pemerintah berharap ada peningkatan peserta tax amnesty dari kebijakan ini.

Sebab, law enforcement akan berpengaruh jika konteksnya untuk mendorong peserta tax amnesty di periode terakhir, Januari-Maret 2017. “Saya perkirakan, penerimaan pajak tahun ini paling akan mencapai 83%-84% dari target,” kata Yustinus, Rabu (21/12).

Seperti yang disampaikan oleh DIrektur Jenderal pajak Ken Dwijugiasetiadi, pihaknya sudah melakukan penahanan atau gijzeling terhadap salah satu wajib pajak di Cilacap berinisial BH. Ia dijebloskan ke penjara Nusakambangan, karena enggan membayar tunggakan pajak senilai Rp 839 juta.

BH bukan orang pertama yang merasakan galaknya petugas wajab terhadap pengemplang. Beberapa kali, sepanjang tahun ini otoritas pajak melakukan hal yang sama kepada orang yang tidak mau membayar pajaknya.

Menurut Yustinus, untuk menutupi defisit anggaran pemerintah akan mendorong penerimaan pajak dengan mempercepat pembayaran pajak, yang seharusnya dibayarkan tahun depan. Hal ini, seperti yang dilakukan pemerintah pada tahun 2015 lalu, praktik ini biasa disebut dengan istilah ijon pajak.

Meski demikian, dia yakin, praktik ini tidak akan dilakukan secara terang-terangan oleh pemerintah. Apalagi, sosok Menteri Keuangan Sri Mulyani yang sedang berusaha menjaga kredibilitas lembaga perpajakan.

Lebih lanjut, meski praktik ini tak salah, pemerintah akan terjebak dalam siklus tersebut jika rutin dilakukan.

Komentar Anda