CNNINDONESIA.COM | 21 Desember 2016
Jakarta, CNN Indonesia — Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) diminta untuk tidak menunda lagi rencana memungut cukai plastik mulai tahun depan. Namun, upaya untuk mengendalikan penggunaan plastik yang merusak lingkungan harus dibarengi dengan kejelasan jenis-jenis plastik yang bakal menjadi objek kena cukai.
Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengakui, hidup masyarakat Indonesia belum bisa lepas dari penggunaan plastik. Oleh karena itu, pemerintah benar-benar harus selektif dalam menentukan objek kena cukai atas jenis plastik tersebut.
“Misalnya plastik kresek yang banyak merugikan lingkungan, atau plastik yang lainnya. Standard ini harus jelas dibuat,” kata Enny, Rabu (21/12).
Tidak hanya memungut cukai dari plastik, pemerintah menurutnya juga harus adil memberikan insentif kepada produsen yang mampu menghasilkan plastik ramah lingkungan.
“Inilah yang dinamakan asas keadilan, harapannya kebutuhan konsumen akan plastik tidak terganggu,” paparnya.
Langkah ini juga dinilai Enny tepat untuk mengurangi sentimen negatif dari pengusaha makanan dan minuman skala usaha kecil dan menengah (UKM) yang belum bisa menemukan alternatif kemasan produk lain.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai ekstensifikasi pungutan cukai sangat baik untuk mendongkrak penerimaan negara. Terlebih plastik telah memenuhi syarat dijadikan objek cukai.
“Ekstensifikasi plastik ini ibarat pecah telur bagi ekstensifikasi lainnya, sebab selama ini hal itu belum terjadi. Objek cukai kita hanya itu-itu saja,” katanya.
Menurutnya, pemberlakuan biaya sebesar Rp200 bagi penggunakan kantong plastik tidak cukup efektif dan tidak terukur. Maka itu, masuknya plastik sebagai objek cukai dapat lebih mengena pada fungsi pengenaan cukai tersebut.
“Dengan dimasukannya sebagai objek cukai, unsur pengendalian akan lebih efektif. Selain untuk pengendalian yang merupakan syarat pengenaan cukai, ekstensifikasi ini dapat menambah penerimaan negara,” urainya.
Yustinus mengharapkan, setelah plastik akan ada objek-objek cukai lain yang dapat ditambahkan.
“Seperti minuman berpemanis, BBM, dan kendaraan bermotor perlu juga dijadikan objek cukai. Sehingga, dampak buruknya dapat dikendalikan dan pemerintah juga dapat menambah penerimaan,” pungkasnya.
Secara terpisah, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia Muhaimin Moefti juga mendukung pemerintah untuk mencari alternatif sumber penerimaan cukai. Pasalnya, kategori barang kena cukai di Indonesia masih sempit.
“Indonesia hanya mengandalkan tiga komoditi saja, yaitu tembakau, etil alkohol atau etanol, dan minuman beralkohol. Padahal, negara-negara ASEAN lainnya mempunyai lingkup barang kena cukai yang lebih luas,” kata Moefti.
Sebelumnya Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi memastikan bahwa plastik akan menjadi komoditas kena cukai di 2017. Menurutnya, plastik yang dipilih adalah plastik yang merusak lingkungan seperti plastik kresek. Dari 17 persen sampah plastik, 67 persen merupakan dari kantong plastik.
“Itulah kenapa kita memprioritaskan plastik sebagai objek cukai dalam rangka pengendalian,” ujar Heru. (gen)
Â