CITAX H1

Menanti Kenaikan Dana Repatriasi Tax Amnesty

Liputan6.com, Jakarta – Dana repatriasi tax amnesty atau pengampunan pajak mencapai Rp 141 triliun hingga 31 Januari 2017. Pengamat menilai, dana repatriasi itu masih minim sehingga pemerintah dinilai perlu langkah persuasif untuk wajib pajak yang sudah deklarasi harta dalam tax amnesty untuk melakukan repatriasi.

“Dana repatriasi Rp 141 triliun yang baru di bawa pulang ini masih minim. Perlu ditingkatkan lagi,” ujar
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis Rabu (1/2/2017).

Selain itu, Ia menilai, sepanjang Januari 2017, dana repatriasi belum bertambah signifikan. Ada sejumlah faktor yang mepengaruhi hal tersebut.

“Dulu euforia pada tahap pertama. Kini ada persoalan politik, ada pilkada (pemilihan kepala daerah), jadi kehilangan momentum,” ujar dia.

Oleh karena itu, Prastowo menilai pemerintah perlu kembali mengingatkan dan fokus untuk mendorong pelaksanaan tax amnesty. Apalagi pelaksanaan tax amnesty tahap ketiga akan berakhir pada Maret 2017.

Prastowo juga mengingatkan agar pemerintah dan lembaga terkait untuk perkuat koordinasi dan sinergi untuk mengoptimalkan pelaksanaan tax amnesty.

“Koordinasi dan sinergi itu mahal harganya di sini. Perlu koordinasi dan sinergi pemerintah pusat, kementerian keuangan, BUMN, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ujar dia.

Prastowo mengatakan, pemerintah punya peluang untuk mendorong wajib pajak yang sudah mendeklarasikan hartanya terkait tax amnesty untuk melakukan repatriasi. Salah satu cara untuk mendorong wajib pajak tersebut dengan persuasif. Langkah persuasif itu dengan menyediakan paket investasi menarik bagi wajib pajak.

Hal itu mengingat tarif tebusan repatriasi atau deklarasi dalam negeri dan luar negeri pada tahap ketiga termasuk tertinggi. Pada periode III mulai 1 Januari-31 Maret 2017, tarif repatriasi atau deklarasi dalam negeri mencapai lima persen, sedangkan tarif deklarasi luar negeri mencapai 10 persen.

“Sudah deklarasi harta menunjukkan etikat baik. Persuasi untuk membawa pulang misalkan siapkan paket investasi untuk wajib pajak bukan kemudahan tarif lagi. Investasi itu di sektor keuangan, ada juga tax holiday, dan tax allowance,” ujar dia.

Ia menambahkan, secara konservatif, salah satu sektor yang menjadi pilihan yaitu sektor keuangan. Hal itu karena relatif lebih aman. Selain itu investasi di sektor infrastruktur mengingat pemerintah juga sedang masif membangun infrastruktur.

Oleh karena itu, butuh peran pemerintah daerah untuk menawarkan investasi. Selain itu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) misalkan menawarkan obligasi terutama BUMN konstruksi dan properti, serta BUMN yang jadi pemimpin di sektornya.

“Untuk menarik dana repatriasi itu juga perlu ditingkatkan partisipasi pemerintah daerah (Pemda) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” kata dia.

Dana repatriasi merupakan harta warga negara Indonesia (WNI) dari luar negeri dapat ditarik ke Indonesia. Berdasarkan data stastistik amnesti pajak Selasa 31 Januari 2017 pukul 20.07 WIB, komposisi harta berdasarkan surat pernyataan harta (SPH) yang disampaikan mencapai Rp 4.341 triliun. Komposisi itu berdasarkan repatriasi Rp 141 triliun, deklarasi dalam negeri sebesar Rp 3.186 triliun, dan deklarasi luar negeri sebesar Rp 1.014 triliun.

Kemudian, komposisi uang tebusan berdasarkan SPH yang disampaikan sebesar Rp 104 triliun. Komposisi itu berdasarkan orang pribadi non UMKM sebesar Rp 85,9 triliun,badan non UMKM sebesar Rp 12,4 triliun, badan UMKM sebesar Rp 357 miliar, dan OP UMKM sebesar Rp 5,04 triliun.

Komposisi realisasi berdasarkan SSP yang diterima mencapai Rp 110 triliun. Nilai itu antara lain pembayaran tebusan Rp 104 triliun, pembayaran tunggakan Rp 5,87 triliun dan pembayaran bukper Rp 770 miliar.

Sumber: Liputan6.com, 01 Februari 2017

Komentar Anda