CITAX

Strategi Pajak Pengaruhi Pertumbuhan

KOMPAS.COM | 16 Maret 2016

JAKARTA, KOMPAS — Penggalian penerimaan pajak pada tahun ini cukup kritis. Di satu sisi, penerimaan pajak dituntut naik untuk membiayai belanja negara yang membengkak. Di sisi lain, dengan kondisi ekonomi yang masih sulit, penggalian yang terlalu agresif bisa mengerem pertumbuhan ekonomi.

2cde10d9623b4f368b47388691fb2651 (1)

Target penerimaan pajak tahun ini, termasuk Pajak Penghasilan (PPh) migas, adalah Rp 1.360 triliun. Dibandingkan realisasi tahun lalu, tumbuh sekitar 30 persen. Padahal, pertumbuhan alami pajak nonmigas dan usaha ekstra yang bisa dilakukan Direktorat Jenderal Pajak tahun ini diperkirakan hanya mampu mendongkrak 15 persen. Sementara PPh migas diperkirkaan lebih rendah daripada tahun lalu.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, di Jakarta, Selasa (15/3/2016), menyatakan, kondisi ekonomi tahun ini lebih kurang sama dengan tahun lalu. Indikatornya adalah penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sejauh ini stagnan.

Bahkan, ada risiko penerimaan negara tahun ini lebih rendah daripada tahun lalu. Penerimaan dari minyak dan gas bumi, misalnya, diperkirakan anjlok separuh dari tahun lalu akibat rendahnya harga minyak dunia. Penerimaan pajak nonmigas sendiri, selama Januari-Februari, terbukti juga lebih rendah ketimbang realisasi pada periode yang sama pada 2015.

“Target pajak yang tak direvisi akan memaksa DJP untuk mencari pajak dengan cara agresif. Konsekuensinya swasta akan tertekan. Padahal, kondisi ekonomi masih sulit. Ini bisa kontradiktif terhadap usaha pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” kata Prastowo.

Untuk itu, Prastowo menambahkan, pemerintah mesti merevisi target penerimaan negara, termasuk target pajak di dalamnya. Menurut dia, pertumbuhan pajak yang masuk akal adalah 15 persen dari realisasi tahun lalu atau sekitar Rp 1.200 triliun. Jika program pengampunan pajak dijalankan, penerimaan tambahan yang dihasilkan diperkirakan Rp 60 triliun.

Usaha ekstra yang bisa dilakukan DJP, menurut Prastowo, adalah fokus menggali potensi pajak dari wajib pajak orang pribadi kaya. Potensinya masih besar.

Agar bisa sukses, strateginya mesti jitu. Ini antara lain dengan cara menggandeng (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk kebutuhan data dan adanya dukungan politik oleh Presiden Joko Widodo.

“Dukungan politik oleh presiden penting sebab upaya penggalian wajib pajak orang pribadi selama ini acapkali berujung kriminalisasi pegawai pajak,” kata Prastowo.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan, fokus DJP pada tahun ini adalah penggalian pajak dari wajib pajak orang pribadi kaya. Tahun lalu, realisasinya baru Rp 9 triliun. Tahun ini, targetnya minimal naik menjadi dua kali lipatnya.

Pertumbuhan ekonomi 2015 adalah 4,79 persen. Tahun ini, targetnya 5,3 persen. Proyeksi Bank Dunia mutakhir adalah 5,1 persen. Salah satu tantangan utama untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi adalah optimalisasi investasi pemerintah melalui pembangunan infrastruktur.

Investasi pemerintah tahun lalu meningkat 42 persen dibandingkan 2014. Namun untuk mempertahankan tingginya laju pembangunan infrastruktur sebagaimana terjadi pada tahun lalu, pemerintah perlu dana. Sementara tahun ini, penerimaan negara berisiko lebih rendah, stagnan, atau minimalis kalaupun naik.

Komentar Anda