MEDANBISNISDAILY.COM | 21 April 2016

| MedanBisnis – Jakarta. Tarif tebusan yang diberlakukan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty dinilai terlalu rendah. Sementara potensi orang yang ingin menggunakan fasilitas pengampunan pajak tersebut cukup besar. |
| Kebijakan pengampunan pajak akan diberlakukan dalam kurun waktu satu tahun. Berdasarkan RUU, tarif tebusan yang berlaku untuk pelaporan harta adalah 2% untuk tiga bulan pertama, 4% untuk tiga bulan kedua, dan 6% untuk enam bulan selanjutnya. Sementara untuk tarif tebusan yang berlaku atas repratriasi adalah 1% untuk tiga bulan pertama, 2% untuk tiga bulan kedua, dan 3% untuk enam bulan selanjutnya. “Kok murah sekali tarif yang berlaku sekarang? Saya usul kalau pun ini dilaksanakan, tarifnya dinaikkan,” kata Anggito Abimanyu, Kepala Ekonom PT Bank BRI Tbk, dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/4). Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengundang ahli ekonomi dan perpajakan serta hukum untuk membahas Rancangan Undang-undang (RUU) pengampunan pajak atau tax amnesty bersama Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Ken Dwijugeastiadi. Ahli ekonomi diwakili oleh Anggito Abimanyu yang sekarang menjabat Kepala Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), ahli perpajakan diwakili oleh Yustinus Prastowo yang merupakan Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analyst (CITA), dan ahli hukum diwakili oleh Hikmahanto Juwana. Rapat dengar pendapat umum ini dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XI Supriatno. Sebelumnya pemerintah memastikan dana WNI yang selama ini berada di luar negeri lebih besar dari pada realisasi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, karena itu diperlukan tax amnesty untuk membawa pulang dana tersebut. Diketahui PDB pada 2015 lalu mencapai Rp 11.450 triliun. Anggito mengusulkan agar tarif tebusan untuk pelaporan harta adalah adalah 6% untuk tiga bulan pertama, 8% untuk tiga bulan kedua, dan 10% untuk enam bulan selanjutnya.Sementara untuk yang melakukan repratriasi, maka tarif tebusan yang seharusnya diberlakukan adalah 5% untuk tiga bulan pertama, 7% untuk tiga bulan kedua, dan 9% untuk enam bulan selanjutnya. “Usulan ini saya berikan karena perbandingan dengan negara lain dan hasil kajian dari OECD,” jelas Anggito. Apalagi pada 2018 telah disepakati untuk saling terbuka akan data perbankan antar negara atau yang disebut Automatic Exchange of Information (AEoI) sehingga mendorong orang untuk lebih memilih pengampunan pajak dibandingkan kerahasiaannya terbongkar.”Uang itu pasti akan masuk, karena tidak lagi kerahasiaan bank,” tukas Anggito. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analys (CITA), Yustinus Prastowo mengakui dengan tarif yang diusulkan pemerintah maka perolehan untuk penerimaan negara terlalu kecil. Dalam perhitungan Prastowo, penerimaan dari pembayaran tebusan tersebut adalah Rp 60 triliun. Dengan asumsi sekitar Rp 3.000 triliun dana masuk ke dalam negeri.”Saya nggak mau targetkan terlalu tinggi, apalagi bicara Rp 11.450 triliun itu ketinggian,” kata Prastowo. Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Ken Dwijugeastiadi optimistis kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty dapat diberlakukan pada triwulan III-2016, yakni Juli. Namun, tidak tertutup kemungkinan diberlakukan lebih cepat.”Bisa (Juli). Bulan depan memang kalau sudah selesai bisa diberlakukan,” kata Ken. Sementara untuk jangka waktu pemberlakuannya, Ken masih mengacu seperti yang tertera dalam RUU pengampunan pajak, dimana dilangsungkan selama satu tahun yang dibagi atas tiga periode. Bila dimulai Juli, berarti tiga bulan pertama adalah Juli-September, tiga bulan kedua Oktober -Desember dan enam bulan terakhir adalah Januari – Juni. Dia mengakui masing-masing periode memiliki tarif tebusan yang berbeda-beda. Tarif tebusan yang berlaku untuk pelaporan harta adalah 2% untuk tiga bulan pertama, 4% untuk tiga bulan kedua dan 6% untuk enam bulan selanjutnya. Sementara untuk tarif tebusan yang berlaku atas repratriasi adalah 1% untuk tiga bulan pertama, 2% untuk tiga bulan kedua dan 3% untuk enam bulan selanjutnya. (dtf/ant) |



