Riset

Potensi Disinsentif Fiskal Dalam Proses Bisnis Hulu Migas

Klausul assume and discharge merupakan salah satu bentuk tax relief dan fiscal stabilization clause yang memberikan keringanan dan stabilisasi serta jaminan kepastian fiskal selama masa kontrak. Bagi investor jaminan tersebut amat penting, selain kemudahan pajak dan tax incentives, seperti tax holiday maupun insentif lain. Assume and discharge telah menjadi contractual mitigating risk bagi investor untuk berinvestasi dalam jangka panjang di negara-negara dengan stabilitas politik, regulasi, dan kepastian hukum yang rendah. Klausul stabilisasi fiskal juga digunakan sebagai instrumen daya tarik investasi oleh beberapa host country. Keberadaan klausul tersebut tidak penting pada sistem perpajakan yang telah menjamin stabilitas, kepastian hukum, transparansi kebijakan, level korupsi yang rendah, dan administrasi perpajakan yang baik. Indonesia masih memerlukan keberadaan klausul assume and discharge pada kontrak PSC. Kebijakan perpajakan yang tidak stabil, belum transparan, dan cost of administration yang tinggi menjadi faktor negatif yang tidak meyakinkan bagi investor.

Fokus Pemerintah terhadap penerimaan pajak jangka pendek juga turut mempengaruhi penerapan aturan yang regresif, bahkan terkadang menjauh dari konsep (content) dan konteksnya. PCO bukan merupakan penyerahan Jasa Luar Negeri sehingga tidak terutang PPN Jasa Luar Negeri dan bukan merupakan Objek PPh Pasal 26. Pengenaan PPN atas facility sharing atau cost sharing kurang sejalan dengan konsep PPN yang mengharuskan bahwa kegiatan tersebut dilakukan sebagai business activity. Penerapannya juga mengabaikan peraturan yang berlaku di industri hulu migas yang mewajibkan Kontraktor untuk berbagi fasilitas demi efisiensi biaya. Hal serupa terjadi pada pengenaan PBB Migas, yaitu transparansi penghitungan angka kapitalisasi dan harga jual migas yang sangat penting untuk dilakukan guna menghindari overvaluation pada dasar pengenaan PBB Migas. Dalam komponen penerimaan pajak, PBB Migas berkontribusi 87.8% terhadap total penerimaan PBB nasional tahun 2014. Dominasi tersebut menandakan kekurangwajaran proporsi penerimaan PBB. Pengenaan PBB Migas terlalu tinggi sehingga perlu dilakukan evaluasi, termasuk mempertimbangkan pemberian fasilitas PBB dalam rangka peningkatan daya tarik industri hulu migas.

Kejelasan, kepastian, dan konsistensi (clarity, certainty, consistency) dalam penerapan regulasi perpajakan juga masih menjadi tantangan, termasuk cost of administration dan cost of compliance yang masih tinggi. Mekanisme reimbursement PPN belum memberikan kepastian jangka waktu pengembalian. Prosedur dan administrasi masih perlu disederhanakan. Ketidakjelasan juga masih terjadi dalam hal reimbursement PPN operasional kilang. Diperlukan peraturan yang jelas untuk menentukan status kilang LNG sebagai industri hulu ataukah hilir sehingga menjadi pedoman yang jelas bagi semua pihak. Prosedur yang sederhana dan cepat juga diperlukan dalam proses master list dalam rangka pemberian fasilitas bea masuk dan PDRI. Ketentuan impor seharusnya diselaraskan dengan keunikan prosedur pada industri hulu migas sehingga tidak menjadi hambatan di lapangan. Kejelasan hukum juga diperlukan dalam kasus sengketa penggunaan tarif P3B dalam penghitungan kewajiban BPT. Sengketa tersebut pada hakikatnya bukanlah sengketa perpajakan. Kontraktor dapat menggunakan tarif P3B sepanjang tidak dibatasi oleh P3B bersangkutan dan tidak terdapat larangan pada kontrak PSC. Kontraktor pada dasarnya telah mengikuti dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar, sehingga tidak seharusnya diterbitkan ketetapan pajak. Sengketa tersebut bersifat kontraktual, menyangkut bagi hasil bersih sesuai kesepakatan pada saat tender atau negosiasi.

Kompetisi modal yang semakin keras dapat menjadi pertimbangan Pemerintah untuk melonggarkan kebijakan fiskal. Pemerintah perlu memberikan pengurangan jumlah non-cost recoverable expenses untuk meningkatkan imbal hasil investasi. Jumlah non-cost recoverable expense saat ini dipandang eksesif dan menjadi disinsentif. Kontraktor menanggung semua beban, di sisi lain Pemerintah belum berhasil menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif. Lebih lanjut, dalam hal pelaksanaan pemeriksaan pajak juga seringkali menimbulkan dualisme nilai cost recovery dan pengaburan konsep uniformity principle. Kejelasan pemeriksaan dan koordinasi yang baik antar lembaga sangat penting untuk menciptakan model pemeriksaan yang sederhana, cepat, komprehensif, integral, efektif, dan efisien sehingga tidak banyak waktu, biaya dan sumber daya investor yang tersita saat menjalankan prosedur pemeriksaan. Model pemeriksaan dengan memperhatikan kekhususan industri hulu migas, penunjukan Auditor Pemerintah (BPKP) oleh SKK Migas dan DJP secara bersama-sama menjadi solusi yang dapat diterima.

Komentar Anda