CITAX H1

Potensi Pajak "e-Commerce" Bisa Tembus Rp 15 Triliun

SINARHARAPAN.COM | 29 OKTOBER 2015
151029044onlineshoppingJAKARTA – Maraknya perdagangan dalam jaringan (on line) alias e-commerce membuat potensi pajak di sektor ini cukup menggiurkan. Pemerintah pun diminta bisa segera menerbitkan aturan yang jelas untuk bisa menggali pajak dari sektor ini.
Peneliti dari Perkumpulan Prakarsa (The Center for Welfare Studies) AH Maftuchan memperkirakan, potensi pajak yang bisa digali dari sektor e-commerce bisa mencapai lebih dari Rp 10 triliun. “Itu hitungan kasar ya. Kemungkinan bisa Rp 10 triliun hingga Rp 15 triliun. Mengingat perkembangan sektor e-commerce kita sangat besar. Orang saat ini apa-apa mencari kemudahan informasi di website,” ujar Maftuch di Jakarta, Rabu (28/10)
Jika pemerintah jeli, dari situs-situs media social seperti Facebook, Twiter dan sebagainya banyak potensi pajak yang bisa di dapat. Belum lagi dari toko-toko online yang juga merebak hingga ke media sosial.
Terlebih lagi saat ini ada sistem advertising sense di website yang bisa mendatangkan omzet hingga miliaran. Menurutnya, jika hal itu mampu digali oleh pemerintah, potensi pajak dari iklan online saja bisa mendongkrak penghasilan negara dari pajak.
“Sayang, pemerintah kurang bergegas untuk bagaimana bisa meraup pajak dari mereka. Kita tahu bahwa dengan advertising sense di website itu potensinya sangat besar sekali. Pemerintah Inggris saja sangat concern terhadap Amazon dan Facebook yang tidak bayar pajak,” tuturnya.
Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo pun setuju pajak transaksi e-commerce diatur lebih spesifik. “Selama ini e-commerce seolah-olah bukan objek pajak,” kata Yustinus.
Yustinus menyarankan agar dalam revisi beleid yang tengah berproses dia atur lebih lanjut mengenai pihak yang bukan objek pajak, seperti status sisa hasil usaha (SHU) koperasi. “Aturan transfer pricing juga perlu diperketat dan lebih detail,” kata Yustinus.
Sebelumnya, pemerintah mengaku pembahasan cetak biru (blue print) e-commerce sampai saat ini masih belum rampung. Menkominfo Rudiantara mengatakan, cetak biru e-Commerce saat ini telah memasuki tahap finalisasi. “Penyelesaiannya bisa dikatakan masuk dalam tahap finalisasi,” serunya.
Pembahasan cetak biru e-comerce sendiri sejatinya melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga. Di antaranya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keungan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan dan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Cetak biru e-Commerce sebelumnya ditargetkan dapat selesai pada Agustus 2015 lalu. Namun, akibat situasi perekonomian, penyelesaian cetak biru terpaksa mundur. “Para menteri akhir-akhir ini masih belum bisa bertemu membahasnya, karena mereka masih fokus pada paket deregulasi ekonomi,” ucapnya.
Diakuinya, cetak biru e-commerce ini diperlukan guna mendorong perdagangan elektronik lebih pesat. Di Indonesia perdagangan elektronik meningkat pesat. Pada 2013 nilainya ditaksir mencapai US$ 8 miliar. Kemudian di  tahun 2014 meningkat hingga mencapai US$ 13 miliar dan di tahun 2015 ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi US$ 20 miliar.
“Kita berharap kapitalisasi e-comerce di Indonesia pada 2020 bisa mencapai US$ 135 miliar atau sepuluh kali lipat,” tuturnya.
Kementerian Keuangan sendiri mengaku telah menyelesaikan draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 36/2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang di dalamnya termasuk pajak e-commerce. Direktur Peraturan Perpajakan Ditjen Pajak Kemkeu, Poltak M John Hutagaol mengatakan, dalam revisi UU PPh, akan diatur lebih rinci mengenai pajak transaksi e-commerce.
“Hal ini dilakukan guna memberikan kepastian hukum atas bisnis e-commerce yang mulai subur di Indonesia ini,” ujarnya.
Ia mengaku sejauh ini Indonesia masih belum memiliki aturan jelas yang mengatur bisnis e-commerce asing, sehingga banyak pelaku e-commerce asing yang belum tersentuh pajak. “Seharusnya setiap pembayaran ke luar negeri terkena PPh pasal 26 sebesar 20 persen, kecuali perusahaan yang terdapat di negara yang tidak mempunyai perjanjian pajak (tax treaty) dengan Indonesia,” imbuhnya.

 

Komentar Anda