CITAX

Pengamat: Banyak Kendala di Rencana Normalisasi PPN Rokok

NERACA.CO.ID | 22 Juni 2016

Yustinus Prastowo

Jakarta – Rencana pemerintah untuk normalisasi PPN rokokdinilai perlu dikaji. Pasalnya, banyak yang harus disiapkanuntuk memberlakukan peraturan tersebut. Menurut Yustinus Prastowo dari Center for Indonesia Taxation Analysis, normalisasi ini nantinya akan melibatkan seluruh matarantai industri. “Dan ini sungguh rumit,” jelasnya, di Jakarta, Selasa (21/6).

Pemerintah harus benar-benar sudah siap secara administrasiuntuk menerapkan normalisasi ini. “Jika tidak akan rawankebocoran-kebocoran. Jika ada kebocoran, sudah bisa dipastikansemua pihak akan rugi” lanjutnya.

Yustinus mengusulkan, sebelum diterapkan peraturan ini, alangkah baiknya pemerintah mempersiapkan diri agar bisamengontrol administrasi. Pasalnya, dengan sistem administrasisaat ini, pastilah akan banyak kebocoran. Ia juga memintapemerintah untuk fokus dengan sistem yang sudah ada. “Aturansekarang sudah terukur,” katanya.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Muhaimin Moefti mengatakan, sistem yang dibuat pemerintah saat ini sudah pasti dan baik. “Jadi kenapa harus diubah?” ucapnya. Menurut Moefti, normalisasi butuh persiapan yang matangmulai dari sistem administrasi hingga sosialisasi ke industriterkait. “Bila tak maksimal tentu akan ada ketimpangan-ketimpangan,” tutupnya.

Terlebih, di awal tahun ini pemerintah sudah menaikkan tarif PPN rokok dari 8,4 persen menjadi 8,7 persen. Kebijakan yang menurut perkiraan manajemen PT H.M. Sampoerna Tbk bakal menurunkan pangsa pasar rokok nasional sebesar 1-2 persen tahun ini.

“Kami khawatir tambahan kenaikan tarif cukai atau PPN rokok dapat menyebabkan tekanan yang lebih dalam bagi industri serta menimbulkan dampak yang tidak baik bagi pekerja di segmen sigaret kretek tangan (SKT) yang saat ini memperkerjakan ratusan ribu karyawan dalam proses produksinya,” tutur Presiden Direktur Sampoerna Paul Janelle, beberapa waktu lalu.

Menurut Janelle, kondisi perekonomian tahun ini masih lemah. Kendati Sampoerna masih mampu menguasai pangsa pasar rokok Indonesia sebesar 34,1 persen, kinerja industri rokok nasional sepanjang kuartal pertama 2016 mengalami penurunan sebesar 5,9 persen.

Janelle berharap pemerintah bisa menerapkan kebijakan cukai yang adil, bisa diprediksi, serta memberikan kepastian usaha dalam rangka melindungi usaha dalam negeri, baik untuk petani maupun industri secara umum.

Per Januari 2016 lalu pemerintah memutuskan untukmeningkatkan tarif PPN rokok efektif dari 8,4 persen menjadi8,7 persen. Tarif tersebut dikenakan di tingkatan pabrik rokok. Seperti yang pernah disampaikan oleh Badan Kebijakan Fiskal, pemerintah kedepan nya mempunyai rencana untukmemberlakukan PPN normal 10% untuk PPN rokok.

Komentar Anda