BERITAX Headline

Pengamat Kritik Keras Ide Pajak Prabowo-Gibran, Sebut Ngawur!

Pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjanjikan menaikkan batas pendapatan tidak kena pajak (PTKP) dan menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk menaikkan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio.

Namun, janji kebijakan yang tertuang dalam dokumen visi, misi, dan program kerja berjudul “Bersama Indonesia Maju” itu mendapat kritikan dari pakar dan praktisi pajak Indonesia. Rencana kebijakan itu Prabowo-Gibran tuangkan dalam program kerja reformasi tata kelola pemerintahan.

“Menaikkan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan menurunkan tarif PPh 21 untuk mendorong aktivitas ekonomi dalam rangka menaikkan rasio pajak (tax ratio),” kata Pravowo-Gibran dalam dokumen visi-misinya, dikutip Jumat (27/10/2023).

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, rencana kebijakan Prabowo-Gibran itu malah berpotensi melemahkan tax ratio yang saat ini di kisaran 9% meski sempat ke level 10,39% pada 2022 atau tertinggi selama 7 tahun terakhir.

Ia pun mengingatkan, kinerja PPh 21 selama ini pun masih sangat baik, tercermin dari realisasi kinerja penerimaan pajak periode Januari-September 2023 yang baru diumumkan Kementerian Keuangan beberapa hari lalu. Dengan kontribusi 11,2% terhadap total penerimaan, setoran PPh 21 masih tumbuh 17,2%, sedikit turun dari periode yang sama tahun lalu 21,4%.

“PPh 21 ini masih tumbuh double digit. Jika PTKP naik dan tarif PPh 21 turun, ada potensi penurunan penerimaan PPh 21, dan jika dilihat faktor PPh 21 saja, secara otomatis tax ratio berpotensi akan turun,” kata Prianto kepada CNBC Indonesia, Jumat (27/10/2023).

Prianto menjelaskan, PPh 21 tersebut sebenarnya juga lebih fokus ke penghasilan karyawan yang notabene terbatas. Dengan demikian ia menganggap, kontribusi kebijakan PTKP naik dan tarif PPh 21 turun tidak akan signifikan bagi peningkatan tax ratio.

Selama ini pemerintah pun menurutnya telah mencoba berbagai kebijakan untuk menaikkan tax ratio dengan menaikkan PTKP, perubahan tarif PPh dan tarif PPN, tax amnesty, PPS, hingga sunset policy. Namun, pada kenyataannya, tax ratio masih terus menurun.

“Jadi, aspek yang mempengaruhi tax ratio itu berfokus pada tax compliance. Tax compliance sendiri merupakan urusan yang kompleks,” tegas Prianto.

Kritikan serupa disampaikan, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis Fajry Akbar. Ia mengatakan, visi misi Prabowo-Gibran ini tak sejalan dengan apa yang pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi lakukan, yakni ingin menaikan kontribusi PPh 21.

“Makanya, kemarin dalam UU HPP pemerintah menaikkan tarif PPh 21 bagi orang kaya lapisan tarif tertinggi, lalu ada pajak atas natura. Semua itu untuk meningkatkan kontribusi penerimaan PPh 21 OP (orang pribadi),” ujar Fajry.

Dalam struktur penerimaan pajak yang ideal, ia mengingatkan, penerimaan pajaknya bergantung pada penerimaan PPh 21. Dengan begitu, ia menganggap, visi misi Prabowo-Gibran dengan menaikkan batas PTKP dan menurunkan tarif PPh malah akan menurunkan tax ratio.

“Dan poin yang paling penting, kontribusi PPh 21 OP kita dalam penerimaan perpajakan masih kecil dibandingkan dengan negara-negara OECD. Harusnya, PPh 21 OP yang menjadi tumpuan penerimaan pajak,” tuturnya.

Ia pun menekankan, peningkatan PTKP tak hanya dinikmati kelompok berpendapatan rendah tapi juga kelompok berpendapatan tinggi. Kenaikan PTKP tak hanya dinikmati kelompok layer rendah tapi juga tinggi dan PTKP Indonesia menurutnya salah satu tertinggi di ASEAN, sebagaimana yang juga pernah disampaikan Sri Mulyani.

“Jadi jelas ngawur. Kalau dibilang rencana kebijakan ini progresif atau pro-rakyat kecil maka tak tepat. Yang kaya malah paling diuntungkan. Belum lagi kalau kita masukan aspek regional, beberapa daerah punya UMR yg rendah. Kalau dinaikkan lagi, kasihan daerah-daerah yang UMR-nya kecil, bisa-bisa kehilangan banyak penerimaan,” tegas Fajry.

Ia pun mengingatkan, tarif PPh21 multilayer, besaran tarifnya bergantung tingkat pendapatan dan dalam dokumen visi, misi, dan program kerja Prabowo-Gibran, detail terkait itu juga tidak disebutkan secara jelas. Target tax ratio nya pun tidak disebutkan dalam dokumen itu, karena hanya menyatakan akan menaikkan.

“Jadi, yang mau diturunkan layer tarif yang mana? Arah kebijakan dalam visi-misi tak jelas. Dan visi-misi Prabowo-Gibran ini tak sejalan dengan apa yang pemerintahan telah pemerintahan Jokowi lakukan yakni ingin menaikkan kontribusi PPh 21,” ungkap Fajry.

Sumber: CNBCIndonesia

Komentar Anda